Sabtu, 14 Januari 2017

KAJIAN KE-22: SHALAT (BAGIAN KEDUA)

Bagian Tubuh Manakah yang Boleh Dilihat?

Menurut pendapat para ulama bermadzhab Maliki, aurat wanita terhadap muhrimnya yang laki-laki adalah seluruh tubuhnya selain wajah dan ujung-ujung badan, yaitu kepala, leher, dua tangan dan kaki.

Sedangkan menurut madzhab Hanbali, aurat wanita terhadap muhrim-muhrimnya yang laki-laki adalah seluruh badan selain wajah, leher, kepala, dua tangan, telapak kaki dan betis.

Begitu pula terhadap sesama wanita yang beragama Islam, seorang perempuan boleh memperlihatkan tubuhnya selain anggota tubuh yang berada di antara pusar dan lutut. Sebenarnya masih ada keterangan lebih lanjut menurut masing-masing madzhab mengenai masalah ini.

Kamis, 12 Januari 2017

KAJIAN KE-21: SHALAT (BAGIAN PERTAMA)

Aurat Wanita

Aurat artinya barang yang buruk. Dari kata itu kemudian muncul sebutan 'auraa, yakni wanita buruk yang matanya hanya satu.

Sedangkan menurut syara', aurat adalah bagian tubuh yang tidak patut diperlihatkan kepada orang lain. Bagian-bagian itu bermacam-macam sesuai dengan tempat dan situasi.

Adapun yang perlu diingat dalam masalah aurat adalah bahwa wanita itu wajib menjaga diri jangan sampai memperlihatkan auratnya kepada siapa pun yang tidak diizinkan untuk melihatnya.

Rabu, 11 Januari 2017

KAJIAN KE-20: MANDI (BAGIAN KETIGA)

Larangan Bagi Orang Junub

Wanita yang masih dalam keadaan junub, sebelum ia mandi diharamkan melakukan hal-hal berikut:

1. Shalat.
2. Thawaf.
3. Menyentuh dan Membaca al-Qur'an.
4.Berdiam di masjid.

Penting untuk Dipahami

Mandi junub dan mandi ketika hendak shalat Jumat, shalat Id dan sebagainya tidak bisa disamakan. Karena mandi ketika hendak shalat Jumat atau Id hukumnya sunnah, sedangkan mandi junub hukumnya wajib. Sehingga jika seseorang yang dalam keadaan junub dan hendak mandi Jumat/Id, maka terlebih dahulu berniat mandi junub. Setelah mandi junub kemudian disusul dengan niat mandi sunnah untuk shalat Jumat atau Id.

Masalah I

Bolehkah seorang laki-laki berwudhu dengan sisa air yang telah dipakai bersuci oleh wanita?

Jawabannya tidak boleh, karena Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Hakam bin 'Amr al-Ghifari sebagai berikut:

Selasa, 10 Januari 2017

KAJIAN KE-19: MANDI (BAGIAN KEDUA)

Hal-hal yang Mewajibkan Mandi

Mandi menjadi wajib dilakukan akibat hal-hal sebagai berikut:

a. Keluar mani, baik saat tidur ataupun tidak. Baik karena melihat, bercumbu maupun sebab-sebab lainnya. Dalam sebuah riwayat disebutkan:

Ummu Sulaim ra berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu menerangkan yang hak. Apakah wanita juga wajib mandi bila ia bermimpi?" Rasulullah SAW menjawab, "Ya, jika ia melihat air." (HR Bukhari dan Muslim)

Hadis di atas menunjukkan bahwa wanita pun bisa bermimpi dan mengeluarkan cairan. Dengan demikian, bila hal itu terjadi maka ia pun wajib mandi.

Jika bermimpi jima' (bersetubuh) tetapi tidak sampai mengeluarkan mani (cairan), maka tidak wajib mandi. Tetapi jika bangun tidur sehabis mimpi tersebut, kemudian mani (cairan)-nya keluar, maka melakukan mandi adalah wajib.

Dari 'Aulah, bahwa dia pernah bertanya kepada Nabi SAW tentang wanita yang dalam tidurnya (mengalami mimpi) seperti mimpi yang dialami laki-laki. Maka Rasulullah SAW bersabda, "Dia tidak wajib mandi, kecuali jika ia mengeluarkan mani (cairan). Seperti halnya laki-laki yang tidak wajib mandi kecuali jika ia mengeluarkan mani." (HR Imam Ahmad dan Nasa'i)

Senin, 09 Januari 2017

KAJIAN KE-18: MANDI (BAGIAN PERTAMA)

Mandi bagi perempuan persis seperti mandi bagi laki-laki, yaitu dengan meratakan air ke seluruh tubuh. Hanya saja ketika mandi sehabis haid atau nifas, maka bekas-bekas darah harus dibersihkan semua dengan alat atau bahan yang baunya lebih harum daripada bau anyir darah.

Rukun Mandi

1. Niat.
2. Meratakan air ke sekujur tubuh dan rambut.

"Dari Ummu Salamah ra ia berkata, "Aku bertanya, "Ya Rasulullah, sesungguhnya aku ini perempuan yang mengikat rambut kepalaku, apakah aku harus melepaskan ikatannya ketika aku mandi janabah?" Rasulullah SAW bersabda, "Tidak usah, tapi cukuplah kamu menyiram kepalamu tiga kali siraman, kemudian siramlah air sebanyak-banyaknya ke atas tubuhmu, maka engkau pun akan menjadi suci." (HR Jama'ah selain al-Bukhari)

Minggu, 08 Januari 2017

KAJIAN KE-17: DARAH YANG KELUAR DARI WANITA HAMIL

Para fuqaha berselisih pendapat tentang darah yang keluar dari wanita hamil, apakah termasuk darah haid atau istihadhah.

Menurut ulama madzhab Hanafi, wanita hamil tidak akan pernah mengalami haid. Bila suatu saat dia mengeluarkan darah, maka darah itu adalah darah yang rusak; kecuali bersamaan dengan itu dia merasakan sakit sebagaimana orang yang melahirkan anak. Darah yang keluar dalam kondisi demikian, barulah disebut sebagai darah haid. Sedangkan sebagian ulama lain memandangnya sebagai darah nifas.

Imam Malik berkata, "Darah yang keluar dari wanita hamil adalah darah haid."

Bila umur kandungan telah lebih dari dua bulan sampai enam bulan, maka masa haid yang terpanjang adalah 30 hari. Bila umurnya telah melebihi 6 bulan, maka masa haid terpanjang adalah 30 hari. Bila masih keluar juga, maka disebut dengan darah istihadhah. Bagi yang mengalaminya ia wajib melaksanakan shalat, berpuasa dan boleh disetubuhi, sekalipun darah terus mengalir. Dan hal ini adalah kaitannya dengan soal ibadah. Adapun dalam masalah 'iddah, maka yang menjadi pedoman adalah lahirnya anak.