Wanita yang menyambung rambut dengan rambut orang lain disebut al-washilah (الوَاصِلَة), sedangkan wanita yang meminta agar rambutnya disambung dengan menggunakan rambut orang lain disebut al-mustaushilah (المُسْتَوْصِلَة).
Keduanya adalah bentukan dari kata dasar washila (وَصِلَ) yang artinya menyambung rambut.
A. Menggunakan Rambut Manusia
Yang disepakati umumnya oleh para ulama tentang keharaman menyambung
rambut adalah bila sambungan itu terbuat dari rambut manusia (adami),
sedangkan bila bahan rambut itu dari benda lain, maka para ulama
berbeda pendapat.
1. Jumhur Ulama
Jumhur fuqaha termasuk di dalamnya madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali, seluruhnya sepakat bahwa menyambung
rambut dengan rambut manusia (adami) hukumnya haram. Baik rambut
sambungan itu berasal dari rambut laki-laki maupun dari rambut seorang
perempuan.
Dalil yang mereka pergunakan adalah hadis nabi berikut ini :
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ
أَبِى بَكْرٍ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ فَقَالَتْ
إِنِّى أَنْكَحْتُ ابْنَتِى ثُمَّ أَصَابَهَا شَكْوَى فَتَمَرَّقَ
رَأْسُهَا وَزَوْجُهَا يَسْتَحِثُّنِى بِهَا أَفَأَصِلُ رَأْسَهَا ؟
فَسَبَّ رَسُولُ اللَّهِ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ
Dari Asma’ binti Abi Bakr
ra bahwa ada seorang perempuan yang menghadap Rasulullah
SAW lalu berkata, “Telah kunikahkan anak gadisku setelah itu dia sakit
sehingga semua rambut kepalanya rontok dan suaminya memintaku segera
mempertemukannya dengan anak gadisku, apakah aku boleh menyambung
rambut kepalanya. Rasulullah lantas melaknat perempuan yang menyambung
rambut dan perempuan yang meminta agar rambutnya disambung.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Selain hadis di atas, para ulama juga mengharamkannya dengan dasar hadits yang lain :
لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, “Allah melaknat perempuan yang menyambung rambutnya dan perempuan yang meminta agar rambutnya disambung." (HR Imam Bukhari)
Adanya laknat untuk suatu amal menunjukkan bahwa amal tersebut hukumnya adalah haram.
Dan ada juga hadis lainnya yang secara tegas mengharamkan seseorang menyambung rambut dengan rambut manusia.
عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَمِعَ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِى سُفْيَانَ عَامَ حَجَّ
عَلَى الْمِنْبَرِ فَتَنَاوَلَ قُصَّةً مِنْ شَعَرٍ وَكَانَتْ فِى يَدَىْ
حَرَسِىٍّ فَقَالَ يَا أَهْلَ الْمَدِينَةِ أَيْنَ عُلَمَاؤُكُمْ
سَمِعْتُ النَّبِىَّ يَنْهَى عَنْ مِثْلِ هَذِهِ وَيَقُولُ « إِنَّمَا
هَلَكَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ حِينَ اتَّخَذَهَا نِسَاؤُهُم
Dari Humaid bin Abdirrahman, dia
mendengar Muawiyah bin Abi Sufyan saat musim haji di atas mimbar lalu
mengambil sepotong rambut yang sebelumnya ada di tangan pengawalnya
lantas berkata, “Wahai penduduk Madinah di manakah ulama kalian aku
mendengar Nabi SAW bersabda melarang benda semisal ini dan beliau
bersabda, ‘Bani Israil binasa hanyalah ketika perempuan-perempuan
mereka memakai ini (yaitu menyambung rambut’ (HR Imam Bukhari dan Muslim)
زَجَرَ النَّبِىُّ أَنْ تَصِلَ الْمَرْأَةُ بِرَأْسِهَا شَيْئًا
"Nabi SAW melarang seorang perempuan untuk menyambung rambut kepalanya dengan sesuatu apapun.” (HR Muslim)
2. Pendapat Sebagian Ulama Madzhab Hanbali
Namun ternyata ada juga sebagian pendapat yang masih membolehkan
seorang wanita menyambung rambutnya dengan menggunakan rambut manusia
(adami), yaitu satu qaul (pendapat) dari sebagian ulama madzhab Hanbali.
Namun mereka mensyaratkan hal itu harus dengan seizin suaminya. Pendapat ini mengisyaratkan –wallahua’lam-
bahwa 'illat dari diharamkannya menyambung rambut buat wanita adalah
bab penipuan. Maksudnya, seorang wanita diharamkan menipu suaminya,
seolah-olah rambutnya lebat dan bagus, padahal rambut itu hanyalah rambut
palsu.
Namun bila suami sudah tahu bahwa rambut itu hanyalah rambut palsu
dan bukan rambut asli, maka ‘illat keharamannya sudah tidak ada lagi. Dermikian disebutkan dalam kitab Hasyiyatu Ibnu Abdin, jilid 1 halaman 239.
B. Menggunakan Rambut Hewan
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menyambung rambut dengan menggunakan rambut atau bulu hewan. Mengingat bahwa keharaman menyambung rambut ini sebenarnya terbatas pada rambut manusia asli.
Maksudnya, rambut sambungan itu memang benar-benar rambut manusia, yang sengaja dibuat sedemikian rupa untuk dijadikan sambungan. Seperti umumnya konde atau gelungan yang banyak dipakai oleh kaum Hawa ketika mengenakan kebaya tradisional.
Namun jika yang dijadkan sambungan itu bukan rambut manusia, namun rambut hewan, maka para ulama berbeda pandangan.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menyambung rambut dengan menggunakan rambut atau bulu hewan. Mengingat bahwa keharaman menyambung rambut ini sebenarnya terbatas pada rambut manusia asli.
Maksudnya, rambut sambungan itu memang benar-benar rambut manusia, yang sengaja dibuat sedemikian rupa untuk dijadikan sambungan. Seperti umumnya konde atau gelungan yang banyak dipakai oleh kaum Hawa ketika mengenakan kebaya tradisional.
Namun jika yang dijadkan sambungan itu bukan rambut manusia, namun rambut hewan, maka para ulama berbeda pandangan.
1. Madzhab Hanafi
Ulama madzhab Hanafi dan sebagian ulama madzhab Hanbali mengatakan bahwa
hukumnya dibolehkan apabila seorang wanita menyambung rambutnya dengan
rambut atau bulu hewan.
2. Madzhab Maliki
Pendapat sebaliknya berasal dari para ulama madzhab Maliki dan sebagian ulama
madzhab Hanbali. Mereka tetap bersikeras untuk mengharamkan seorang wanita
menyambung rambut, meskipun dengan menggunakan rambut atau bulu hewan.
Dalam hal ini sepertinya mereka memutlakkan pengharamannya
berdasarkan nash-nash hadis secara zhahir, tanpa mempedulikan ‘illat
pengharamannya. Dan menyambung rambut dengan rambut atau bulu hewan
dianggap termasuk juga dalam pengharaman secara umum.
3. Madzhab Syafi'i
Madzhab Syafi’i dalam hal ini membedakan berdasarkan rambut atau bulu hewan.
Bila rambut atau bulu itu termasuk benda najis, maka hukum untuk
menggunakannya sebagai sambungan rambut ikut menjadi haram juga.
Sebaliknya, bila rambut atau bulu itu termasuk benda yang tidak najis,
maka hukumnya ikut menjadi boleh.
Rambut atau bulu yang termasuk najis menurut madzhab ini adalah yang
diambil dari bangkai, atau dari hewan yang dagingnya tidak boleh
dimakan ketika terlepas dari tubuh hewan itu saat masih hidup.
Bila yang dipakai adalah rambut atau bulu hewan yang bukan najis,
dalam hal ini mereka membedakan berdasarkan keadaan wanita yang
menyambung rambutnya.
- Tidak Bersuami
Wanita yang tidak bersuami diharamkan menambung rambut dengan menggunakan rambut atau bulu hewan.
Bila wanita itu sudah bersuami, maka ada tiga
pendapat. Pertama, tetap haram sesuai zhahirnya hadis. Kedua, sama
sekali tidak diharamkan. Ketiga, bila dilakukan atas seizin suaminya,
maka hukumnya boleh.
C. Rambut Buatan (Palsu)
Yang dimaksud dengan rambut buatan adalah selain
rambut manusia dan hewan. Dalam hal ini kita juga menemukan perbedaan
pendapat di kalangan ulama :
1. Madzhab Hanafi
Madzhab Hanafi dan juga Hanbali dalam
mazhabnya, serta pendapat Imam al-Laits, Abu Ubaidah dan juga pendapat para
ulama lainnya, menegaskan bahwa selama rambut yang digunakan bukan
rambut manusia atau hewan, tetapi rambut buatan, entah dari plastik,
nilon atau sutera, maka hukumnya tidak dilarang.
Dasarnya adalah atsar dari Sayyidah Aisyah ra yang menjelaskan detail maksud dari larangan Nabi SAW.
Dari Sa’ad al Iskaf dari Ibnu Syuraih, Aku berkata
kepada Aisyah bahwasanya Rasulullah Saw melaknat perempuan yang menyambung
rambutnya. Aisyah lantas berkomentar:
قَالَتْ يَا سُبْحَانَ
اللهِ وَمَا بَأْس باِلمَرْأَةِ الزَّعْرَاء أَنْ تَأْخُذَ شَيْئًا مِنَ
صُوْفٍ فَتَصِلَ بِهِ شَعْرَهَا تَزَيَّنَ بِهِ عِنْدَ زَوْجِهَا إِنَّمَا
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ المَرْأَةَ الشَّابَّةَ تَبْغِى فيِ شَيْبَتِهَا
حَتىَّ إِذَا هِيَ أَسَنَّتْ وَصَلَتْهَا بِالقِلاَدَةِ
"Subhanallah, tidaklah mengapa bagi seorang perempuan yang jarang-jarang rambutnya untuk memanfaatkan bulu domba untuk digunakan sebagai penyambung rambutnya sehingga dia bisa berdandan di hadapan suaminya. Yang dilaknat Rasulullah SAW hanyalah seorang perempuan yang rambutnya sudah dipenuhi uban dan usianya juga sudah lanjut lalu dia sambung rambutnya dengan lilitan (untuk menutupi ubannya)."
Maka hukumnya tidak termasuk yang dilarang. Rambut
tiruan yang terbuat dari bulu hewan, atau memang buatan pabrik yang
berbahan plastik dan bahan-bahan lainnya, para ulama tidak
mengharamkannya.
2. Pendapat Madzhab Maliki
Pendapat madzhab Maliki dalam masalah rambut buatan
sama sama dengan pendapat mereka ketika menggunakan rambut manusia dan
hewan, yaitu mereka tetap bersikeras untuk mengharamkan seorang wanita
menyambung rambut, apapun bahannya.
Dasarnya adalah:
Dari Qotadah, dari
Said bin Musayyib sesungguhnya Muawiyah pada suatu hari berkata,
“Sungguh kalian telah mengada-adakan perhiasan yang buruk. Sesungguhnya
Nabi kalian melarang perbuatan menipu”. Kemudian datanglah seseorang
dengan membawa tongkat. Diujung tongkat tersebut terdapat
potongan-potongan kain. Muawiyah lantas berkata, “Ingatlah, ini adalah
termasuk tipuan”. Qotadah mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah
potongan-potongan kain yang dipergunakan perempuan untuk memperbanyak
rambutnya. (HR Imam Muslim)
Ibnu Hajar berkomentar bahwa hadis di atas adalah
dalil mayoritas ulama untuk melarang menyambung rambut dengan sesuatu
apapun baik berupa rambut ataupun bukan rambut. (Fathul Bari, 17/35)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar