Kamis, 12 Januari 2017

KAJIAN KE-21: SHALAT (BAGIAN PERTAMA)

Aurat Wanita

Aurat artinya barang yang buruk. Dari kata itu kemudian muncul sebutan 'auraa, yakni wanita buruk yang matanya hanya satu.

Sedangkan menurut syara', aurat adalah bagian tubuh yang tidak patut diperlihatkan kepada orang lain. Bagian-bagian itu bermacam-macam sesuai dengan tempat dan situasi.

Adapun yang perlu diingat dalam masalah aurat adalah bahwa wanita itu wajib menjaga diri jangan sampai memperlihatkan auratnya kepada siapa pun yang tidak diizinkan untuk melihatnya.


Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hakim disebutkan tentang seorang sahabat yang bertanya kepada Nabi SAW, "Manakah di antara aurat-aurat kami yang boleh diperlihatkan dan mana yang tidak?" Rasulullah SAW menjawab, "Peliharalah auratmu kecuali terhadap istrimu dan hamba sahayamu." Sahabat itu bertanya lagi, "Kalau orang itu berkumpul satu sama lain?" Beliau SAW menjawab, "Kalau kamu bisa berusaha agar tidak seorang pun melihat auratmu, maka lakukanlah sehingga mereka tidak melihatnya." Sahabat itu bertanya lagi, "Kalau salah seorang di antara kami dalam keadaan sendiri?" Beliau SAW menjawab, فالله تبارك وتعالى احق ان يستحيا منه من الناس ("Maka terhadap Allah SWT sepatutnya orang lebih merasa malu daripada terhadap sesama manusia").

Tentang hadis ini asy-Syaukani mengatakan:

"Dengan adanya kata من الناس (terhadap manusia) dalam konteks hadis di atas, maka dapat diketahui maksud hadis itu, yakni bahwa membuka aurat dalam keadaan sendiri (di ruang tertutup) adalah boleh. Jadi lain dengan pendapat Abu Abdillah al-Buni yang mengatakan bahwa maksud dari احق ان يستحيا (lebih merasa malu) adalah jangan bermaksiat (jangan kamu membuka auratmu).

Padahal mafhum dari kalimat الا من زوجتك (kecuali terhadap istrimu) menunjukkan bahwa aurat itu boleh dilihat oleh mereka yang ada dalam pengecualian (istri dan hamba sahaya). Selain itu, jika memang sangat diperlukan maka seorang laki-laki boleh melihat aurat laki-laki lain. Demikian pula seorang wanita diizinkan melihat aurat wanita lain. Sekali lagi, jika hal itu memang sangat diperlukan. Hal itu selain ditunjukkan oleh mafhum dari istisna' di atas, juga oleh manthuq dari kalimat فاذا كان القوم بعضهم في بعض (Kalau orang itu berkumpul satu sama lain). Kalimat yang disebut terakhir ini juga menunjukkan bahwa telanjang bulat (bugil) itu tidak perbolehkan sekalipun di dalam ruang tertutup.

Di antara hadis-hadis yang menunjukkan bahwa bertelanjang bulat itu tidak dibolehkan sekalipun tidak ada orang lain di ruang itu adalah sebagai berikut:

Rasulullah SAW bersabda, "Hindari bertelanjang dada. Karena ada bersamamu makhluk (malaikat) yang tidak pernah berpisah darimu kecuali ketika kamu buang air dan ketika seorang suami mengumpuli istrinya. Maka merasa malulah kamu terhadap mereka dan hargailah mereka." (HR Tumurdzi)

Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hakim di atas, baik yang tersurat (manthuq) maupun yang tersirat (mafhum) terasa mengandung maksud bahwa laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lain dan peremuan tidak boleh melihat aurat perempuan lain disebabkan adanya hadis berikut ini:

Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain, dan jangan pula seorang perempuan melihat aurat perempuan lain. Janganlah seorang laki-laki tidur (dalam) satu selimut dengan laki-laki lain, dan jangan pula seorang perempuan tidur (dalam) satu selimut dengan perempuan lain." (HR Imam Muslim, Abu Dawud dan Turmudzi dari Abu Said al-Khudri ra)

Maksud hadis di atas adalah bahwa menutup aurat itu hukumnya wajib. Artinya, wajib dilakukan kapan saja dan di mana saja, kecuali tatkala buang air, ketika seseorang mengumpuli istrinya dan ketika mandi. Yakni wajib ditutupi terhadap orang lain, selain suami dan dokter sejauh yang diperlukan.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar