Umumnya para ulama sepakat bahwa apabila ada sesuatu keluar lewat dua
jalan, yaitu kemaluan depan atau pun belakang, maka dapat membatalkan
wudhu. Artinya, jika setelah berwudhu ternyata ada angin keluar dari
dubur (kemaluan belakang) maka wudhunya menjad batal. Dan jika angin
itu keluar ketika sedang menunaikan shalat, maka ia harus mengulang
shalatnya.
Dasar yang melandasinya adalah firman Allah SWT :
أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ
"Atau bila salah seorang dari kamu datang dari tempat buang air." (QS. Al-Maidah : 6)
Dan juga sabda Rasulullah SAW :
إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي
بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَل عَلَيْهِ أَخَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ أَمْ لاَ،
فَلاَ يَخْرُجَنَّ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ
رِيحًا
"Bila kallian mendapatkan sesuatu
(angin) dalam perut dan ragu apakah keluar atau tidak, maka janganlah
keluar dari masjid kecuali bila mendengar suara atau bau." (HR. Muslim)
Dan yang keluar itu bisa apa saja termasuk benda cair seperti air
kencing, air mani, wadi, mazi, darah, nanah, atau cairan apapun. Juga
berupa benda padat seperti kotoran manusia, batu ginjal dan lainnya.
Termasuk juga najis yang wujudnya berupa benda gas seperti kentut.
Semuanya itu bila keluar lewat dua lubang qubul dan dubur membuat wudhu
yang bersangkutan menjadi batal.
Namun bagaimana jika ada angin atau gas yang keluar melalui vagina
wanita? Apakah itu dihukumi seperti gas yang keluar lewat dubur (kentut)
atau tidak?
1. Pendapat yang Mengatakan Tidak Batal
Keluar angin dari kemaluan wanita atau Vagina Flatuence bisa terjadi
setelah seorang wanita bersenggama dengan suaminya atau karena
kendurnya otot vagina sehingga tidak dapat mencegah masuknya angin ke
dalam vagina, yang kemudian akan keluar lagi seperti lazimnya orang
buang angin dari dubur.
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan bahwa hal
itu tidak membatalkan dan sebagian lagi menyatakan sebaliknya.
Madzhab Hanafi, Maliki dan sebagian riwayat dari madzhab Hanbali berpendapat bahwa keluarnya udara lewat kemaluan depan,
baik laki-laki atau perempuan tidak membatalkan wudhu.
Hal itu dikarenakan udara yang keluar tidak dari jalan najis yang
seharusnya, yakni dubur. Dan angin tersebut dianggap tidak bersumber
dari dalam perut sebagaimana yang umumnya terjadi saat buang angin
(kentut).
Az-Zaila'i (w. 743 H) salah satu ulama mazhab Hanafi menuliskan dalam kitabnya, Tabyinul Haqaiq, sebagai berikut :
وَالرِّيحُ الْخَارِجُ مِنْ قُبُلِ الْمَرْأَةِ وَذَكَرِ الرَّجُلِ لَا يَنْقُضُ الْوُضُوءَ لِأَنَّهُ اخْتِلَاجٌ وَلَيْسَ بِرِيحٍ
"Angin
yang keluar dari vagina wanita dan juga kemaluan laki-laki tidak
membatalkan wudhu, karena itu hanyalah ikhtilaj dan bukan angin."
Ibnu Abdin (w. 1252 H) salah satu ulama madzhab Hanafi menuliskan dalam kitabnya, Radd Al-Muhtar 'ala Ad-Dur Al-Mukhtar, sebagai berikut :
لا ينقض خروجُ ريح مِن قُبُل وَذَكر ؛ لأنه اختلاج ؛ أي ليس بريح حقيقة ، ولو كان ريحا فليست بمنبعثة عن محل النجاسة فلا تنقض
"Keluarnya
angin dari kemaluan wanita dan laki-laki tidak membatalkan wudhu
karena itu bukan angin yang hakiki. Kalau seandainya itu berupa angin,
maka angin itu tidak keluar dari tempat najis (dubur), maka tidak
membatalkan."
2. Pendapat yang Mengatakan Batal
Dalam hal ini madzhab Syafi'i dan sebagian ulama dari madzhab Hanbali
berpendapat bahwa keluarnya angin lewat kemaluan depan, baik laki-laki
atau perempuan dapat membatalkan wudhu.
Alkhatib As-Syirbini dalam kitabnya Mughni al-Muhtaj menyampaikan bahwa
sesuatu yang keluar lewat dzakar lelaki maupun vagina wanita merupakan
hadats yang mewajibkan wudhu.
Pendapat ini senada dengan apa pendapat
Ibnu Qudamah dalam kitab beliau Al-Mughni sebagaimana dikutip dalam
al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyyah sebagai berikut :
وَقَال الشَّافِعِيَّةُ وَهُوَ رِوَايَةٌ أُخْرَى
عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ: إِنَّ الْخَارِجَةَ مِنَ الذَّكَرِ أَوْ قُبُل
الْمَرْأَةِ حَدَثٌ يُوجِبُ الْوُضُوءَ . ، لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ وُضُوءَ إِلاَّ مِنْ صَوْتٍ أَوْ رِيحٍ
"Ulama dari madzhab Syafi'i dan
salah satu riwayat dari ulama madzhab Hanbali (menyatakan) : Sesuatu yang keluar
dari dzakar seorang lelaki atau vagina seorang wanita adalah hadats
yang mewajibkan wudhu, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW,
"Tidak wajib berwudhu kecuali jika mendengar suara atau mencium bau."
Kesimpulan
Dari pendapat para ulama di atas, kita dapat menarik benang merah. Yakni
jika vagina flatuence yang terjadi pada seorang wanita benar-benar
dipastikan memang angin yang keluar, dan bersumber dari udara yang
berasal dari dalam perut sebagaimana kentut, maka wudhunya batal,
sebagaimana yang disampaikan oleh ulama dari madzhab Syafi'i dan
sebagian ulama dari madzhab Hanbali.
Namun jika angin yang keluar itu hanya sekedar hasil ketupan yang
diakibatkan tertutupnya vagina setelah sempat terbuka, seperti bunyi
ketiak ketika dihimpit dengan tangan yang menyebabkan bunyi dari
himpitan tersebut, maka itu tidak membatalkan wudhu. Begitu pula jika
ragu apakah itu angin yang keluar dari vagina atau bukan, wudhu dan
shalatnya tidak batal, karena biasanya hal itu disebabkan oleh rasa
waswas dari setan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh ulama dari
madzhab Hanafi, Maliki dan sebagian dari ulama madzhab
Hanbali.
Sebuah hadits riwayat Abu Hurairah ra
menyebutkan, seseorang merasakan sesuatu di dalam perutnya sehingga
dia ragu apakah keluar sesuatu darinya atau tidak, kemudian Rasulullah
SAW bersabda :
لاَ يَخْرُجُ –اَيْ مِنَ الصَّلاَةِ- حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا اَوْ يَجِدَ رِيْحًا (رواه البخاري)
"Janganlah dia keluar (membatalkan shalatnya) sehingga dia mendengar bunyi atau dia mencium bau (dari buang anginnya) itu.” (HR Al-Bukhari)
Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar