Sabtu, 28 Januari 2017

KAJIAN KE-34: BENARKAH SUARA WANITA ITU AURAT?

Ulama berbeda pendapat tentang hukum suara wanita. Sebagian ulama ada yang menyatakan bahwa suara wanita adalah aurat. Namun, menurut pendapat jumhur (mayoritas) ulama, suara wanita bukanlah aurat. Sehingga siapapun boleh saja mendengar suara seorang wanita atau mendengarnya berbicara, karena tidaklah termasuk hal yang terlarang dalam Islam. Ini adalah pendapat yang paling kuat dalam masalah ini.

Syaikh Wahbah Zuhaili dalam Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 1/647, Darr al Fikr, berkata: “Suara wanita menurut jumhur (mayoritas ulama) bukanlah aurat, karena para sahabat nabi mendengarkan suara para isteri Nabi Saw untuk mempelajari hukum-hukum agama, tetapi diharamkan mendengarkan suara wanita  yang  disuarakan dengan melagukan dan mengeraskannya, walaupun dalam membaca Al Quran, dengan sebab khawatir timbul fitnah.

Jumat, 27 Januari 2017

KAJIAN KE-33: AIR YANG DIGUNAKAN UNTUK BERSUCI

Air yang boleh dipergunakan untuk bersuci ada tujuh macam:

1. Air hujan.
2. Air laut.
3. Air sungai.
4. Air sumur.
5. Air mata air.
6. Air salju.
7. Air embun.

Pendalilan:

Dari ketujuh macam air di atas, dapat diringkas sebagai berikut: Segala macam air yang bersumber dari bumi atau turun dari langit dapat digunakan untuk bersuci.

Dasar kebolehan bersuci dengan air-air tersebut, di antaranya adalah firman Allah SWT:

"Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu." (QS. al-Anfal: 11)

Kamis, 26 Januari 2017

KAJIAN KE-32: UKURAN MINIMAL NAJIS YANG DIMA'FU

Berbicara seputar najis, tak sedikit orang yang menganggapnya sebagai hal yang rumit lantaran buku-buku fiqih yang merangkum pembahasan seputar thaharah kurang detail dalam mengulasnya, atau sebailknya, terlalu detail sehingga memunculkan kebingungan bagi yang membacanya.


Dalam kehidupan sehari-hari, bab Thaharah adalah hal yang nyaris tidak pernah lepas dari setiap individu kita, mulai dari kita bangun tidur, beraktifitas, hingga tidur lagi. Dalam perjalanan dari rumah menuju kantor, pasar, sekolah, bahkan di dalam rumah pun kadang kita tidak tau apakah ada benda-benda najis yang telah mengenai pakaian atau tubuh kita.


Salah satu pertanyaan yang sering diajukan dalam persoalan najis adalah ukuran tertentu dari najis, baik itu yang sifatnya mughallazhah (berat) atau mukhaffafah (ringan) yang dima'fu (dimaafkan) bila mengenai pakaian kita.

Rabu, 25 Januari 2017

KAJIAN KE-31: PERHIASAN WANITA

Perhiasan yang dihalalkan bagi wanita adalah:

1. Minyak wangi demi kemesraan dengan suami, tidaklah diharamkan.

2. Emas dan sutera, boleh dipakai, namun makruh bila niatnya untuk berbangga dan bermegah-megahan dengannya; hal ini juga bisa terjadi pada perkara yang lain.

"Dari Abu Musa ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Emas dan sutera dihalalkan bagi kaum wanita dari umatku, dan diharamkan atas kaum laki-laki." (HR Imam Abu Dawud, Nasa'i dan Turmudzi)

Selasa, 24 Januari 2017

KAJIAN KE-30: BUSANA MUSLIMAH (BAGIAN KEDUA)

Serong maksudnya adalah tidak mau mematuhi perintah Allah, tidak sudi memelihara apa yang diperintahkan Allah untuk memeliharanya. Menyerongkan maknanya adalah mengajak wanita-wanita lain agar meniru perbuatannya. Tapi ada juga yang mengartikan serong dan menyerongkan itu berarti berlenggak-lenggok jalannya dengan menggoyang-goyangkan pundak mereka. Sedang yang lain mengartikannya, berjalan dengan meniru tingkah laku pelacur.

Kepala mereka seperti punuk-punuk onta, maksudnya adalah mereka atur kepala mereka sedemikian rupa dengan kerudung, ikat kepala atau lainnya yang menarik hingga orang terpesona melihatnya. البخت (al-Bukht) adalah unta Khurasan dengan punuk yang tinggi.Yakni, suatu gambaran dari wanita yang mensasak rambut kepalanya tinggi-tinggi seperti yang kita lihat saat ini.

Asy-Syaukani mengatakan, bahwa hadis di atas menjadi dasar pengharaman pakaian wanita yang masih menampakkan warna maupun bentuk tubuh. Dan ungkapan dan tidak bisa merasakan baunya, padahal bau surga itu sebenarnya dapat tercium dari jarak sekain, sekian (yakni perjalanan 500 tahun) memperlihatkan betapa besarnya dosa atas perbuatan-perbuatan itu.

Senin, 23 Januari 2017

KAJIAN KE-29: BUSANA MUSLIMAH (BAGIAN PERTAMA)

Allah SWT berfirman:

"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid." (QS. al-A'raf: 31)

Ayat di atas merupakan seruan kepada umat manusia, khususnya umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan, agar mengenakan pakaian yang indah ketika pergi ke masjid untuk menunaikan shalat, atau thawaf mengelilingi Ka'bah, atau ibadah-ibadah lainnya. Namun, pakaian indah bagaimanakah yang dimaksud? Pakaian indah seperti apakah yang diperuntukkan bagi kaum wanita yang sesuai dengan tuntunan syariat Islam?

Memang untuk dipakai di dalam shalat, wanita telah memiliki pakaian yang sifatnya khusus. Tapi pakaian yang bagaimanakah yang wajib dipakai dalam kehidupan sehari-hari di hadapan laki-laki yang bukan mahram, khususnya ketika pergi ke masjid untuk shalat atau ke tempat lain?

Minggu, 22 Januari 2017

KAJIAN KE-28: MAHRAM

Allah SWT berfirman:

"...Dan janganlah perempuan menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan..." (QS. an-Nur: 31)

Dalam ayat di atas dijelaskan tentang siapakah laki-laki yang tergolong mahram bagi seorang wanita. Jika dijabarkan adalah sebagai berikut:

1. Suami

Ia boleh melihat aurat istrinya, bahkan farjinya. Sebagian ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Satu golongan berpendapat, boleh saja bagi suami melihat bagian luar dari kemaluan istrinya, sedang bagian dalamnya tidak boleh. Namun istri boleh melihat kemaluan suaminya. Sementara ulama lainnya berpendapat tidak boleh. Hal ini didasarkan kepada apa yang dikatakan oleh Aisyah ra, "Itu, tidak pernah aku lihat dari beliau, dan beliau pun tidak pernah melihat itu dariku."

Menurut Imam Qurthubi pendapat pertamalah yang lebih kuat.