Sabtu, 07 Januari 2017

KAJIAN KE-16: ISTIHADHAH (BAGIAN KEDUA)

Menyetubuhi Wanita Mustahadhah

Dari Ikrimah ra yang berkata, "Ummu Habibah menderita istihadhah, sedang suaminya tetap menyetubuhinya." (HR Abu Dawud)

Hadis di atas menunjukkan tentang bolehnya bersetubuh dengan wanita mustahadhah, sekalipun darah masih mengalir. Demikian pendapat jumhur ulama, yang diriwayatkan pula oleh Ibn al-Munzhir dari Ibnu Abbas, Ibn al-Musayyib, Hasan al-Bashri, 'Atha', Sa'id bin Jabir, dan lain-lain.

Akan tetapi ada juga yang mengharamkan perbuatan tersebut di atas, berdasarkan riwayat al-Khallal dengan sanad sampai ke 'Aisyah ra di mana beliau berkata, "Wanita mustahadhah tidak boleh disetubuhi oleh suaminya."

Mereka memandang, karena dalam darah mustahadhah itu terdapat penyakit, maka haram pula menyetubuhi wanita mustahadhah sebagaimana halnya wanita haid. Bukankah larangan Allah terhadap persetubuhan di waktu haid itu dikarenakan darah haid itu mengandung penyakit? Sedangkan penyakit itu juga terkandung di dalam darah istihadhah. Maka dapat ditetapkan bahwa wanita mustahadhah pun haram disetubuhi.

Jumat, 06 Januari 2017

KAJIAN KE-15: ISTIHADHAH (BAGIAN PERTAMA)

Istihadhah adalah darah yang keluar dari bagian bawah rahim pada selain waktu haid dan nifas.

Jadi, darah yang keluar melebihi masa haid dan nifas yang terpanjang, atau kurang dari masa haid atau nifas terpendek, itulah darah istihadhah. Dan juga darah yang keluar dari perempuan sebelum mencapai umur dewasa (9 tahun).

Macam-macam Darah Istihadhah

Darah istihadhah itu terbagi menjadi enam (6) macam:

1. Darah yang keluar kurang dari ukuran masa haid terpendek.
2. Darah yang keluar melebihi ukuran masa haid terpanjang.
3. Darah yang kurang dari ukuran masa nifas terpendek.
4. Darah yang melebihi dari ukuran masa nifas terpanjang.
5. Darah yang melebihi kebiasaan haid dan nifas yang sudah-sudah, yakni melebihi kebiasaan keduanya yang terpanjang; yang kalau tidak terjadi demikian maka disebut haid atau nifas.
6. Menurut Imam Ahmad dan ulama madzhab Hanafi, termasuk juga darah yang keluar dari wanita hamil karena tersumbatnya mulut rahim.

Kamis, 05 Januari 2017

KAJIAN KE-14: MENGGAULI ISTRI PADA DUBURNYA

Dengan alasan apapun tetap tidak diperbolehkan menggauli istri pada duburnya. Itu tetap haram hukumnya sekalipun pihak istri rela melakukannya. Bahkan jika hal itu terjadi, maka kedua-duanya (suami dan istri) sama-sama menanggung dosa.

Ada pun dalil al-Qur'an mengenai pengharaman perbuatan ini adalah firman Allah SWT:

"Maka campurilah mereka (istri-istrimu) itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu." (QS. al-Baqarah: 222)

Sedangkan dalil hadisnya adalah riwayat dari Rasulullah SAW yang bersabda:

"Janganlah kamu mendatangi istri-istrimu pada dubur mereka." (HR Imam Ahmad, Ibnu Majah dan Turmudzi)

Dan juga hadis dari Abu Hurairah ra yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Terkutuklah orang yang mendatangi istrinya pada duburnya." (HR Imam Ahmad dan Ashab as-Sunan)

Rabu, 04 Januari 2017

KAJIAN KE-13: HAL YANG BOLEH DILAKUKAN SUAMI TERHADAP ISTRI YANG SEDANG HAID

Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, bahwa orang-orang Yahudi bila istri mereka sedang haid, maka mereka tidak mau makan bersama dan tidak mengizinkan istri mereka itu tinggal di rumah. Maka bertanyalah para sahabat kepada Nabi SAW mengenai hal itu, sehingga turunlah firman Allah (yang artinya): "Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah, "Haid itu adalah suatu kotoran. Oleh karena itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid." Dan sesudah itu Rasulullah SAW bersabda, "Lakukanlah apa saja selain nikah (maksudnya: bersetubuh). Dan dalam lafazh lain disebutkan, "Selain jima'". (HR Jama'ah selain Imam Bukhari)

Dan dari Ikrimah ra, dari salah seorang istri Nabi SAW, bahwa beliau SAW apabila menghendaki sesuatu dari istrinya yang sedang haid, maka beliau letakkan sesuatu (sebagai penghalang) atas farji istrinya." (HR Abu Dawud)

Dan dari Marwan bin Ajda' ra, ia berkata, "Pernah saya tanyakan kepada Aisyah ra, "Apakah yang boleh dilakukan oleh laki-laki terhadap istrinya bila sedang haid?" Maka beliau menjawab, "Apa saja boleh selain farjinya." (HR Imam Bukhari dalam kitab Tarikh)

Selasa, 03 Januari 2017

KAJIAN KE-12: MAKAN BERSAMA ISTRI YANG SEDANG HAID

Di dalam al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 222 Allah SWT berfirman:

فاعتزلوا النساء فى المحيض

Fa'tazilun nisaa-a fil mahiidh

"Dan jauhilah istri pada waktu haid."

Sebagian orang ada yang memaknai "jauhilah" sebagai larangan untuk makan bersama istri yang sedang haid. Benarkah terlarang bagi suami untuk makan bersama istrinya saat sang istri dalam keadaan haid? Tentu saja tidak ada larangan terhadap hal yang demikian itu dan pemahaman yang seperti itu terhadap ayat di atas adalah sebuah kekeliruan.

Aisyah r.a. bercerita, "Aku minum sedangkan aku dalam keadaan haid. Lalu minuman itu aku berikan kepada Nabi SAW. Maka beliau kemudian menempelkan bibirnya pada bagian gelas di mana bibirku menempel saat minum, lalu beliaun pun minum. Dan pernah pula saat aku haid, aku memakan daging yang masih menempel pada tulangnya. Lalu aku berikan daging itu kepada Nabi SAW, maka beliau tempelkan mulutnya pada bagian di mana mulutku menempel saat memakan daging itu, lalu memakannya."

Senin, 02 Januari 2017

KAJIAN KE-11: WANITA HAID TIDAK WAJIB SHALAT DAN PUASA

Abu Sa'id ra meriwayatkan sebuah hadis:

"Bahwa Nabi SAW pernah bersabda kepada kaum wanita, "Bukankah kesaksian wanita sama dengan separuh dari kesaksian laki-laki?" Mereka menjawab, "Benar". Nabi SAW bersabda, "Itulah kekurangan akalnya. Dan bukankah kalau dia haid maka ia tidak (wajib) shalat dan puasa?" Wanita-wanita itu menjawab pula, "Benar." Maka Nabi SAW bersabda, "Itulah kekurangan agamanya." (HR Imam Bukhari)

Menurut Asy-Syaukani, sabda Nabi SAW yang berbunyi: لم تصل ولم تصم (lam tushalli wa lam tashum: tidak shalat dan tidak puasa), bahwa dilarangnya wanita yang sedang haid dari shalat dan puasa adalah merupakan ketetapan syari'at yang telah diputuskan sebelumnya, di samping hadis itu kemudian menetapkan tidak wajibnya shalat dan puasa atas wanita yang sedang haid, yang memang merupakan ijma' (kesepakatan para ulama).

Adapun makna sabda Nabi SAW: "Itulah kekurangan akalnya", tidaklah dimaksudkan untuk merendahkan martabat kaum wanita. Maksud hadis tersebut menjelaskan bahwa kekurangan akal wanita itu dilihat dari sudut ingatan yang lemah, maka dari itu kesaksiannya harus dikuatkan oleh kesaksian seorang wanita yang lain untuk menguatkannya, karena boleh jadi ia lupa, lalu memberikan kesaksian lebih dari yang sebenarnya atau kurang darinya, sebagaimana firman Allah:

Minggu, 01 Januari 2017

KAJIAN KE-10: DENDA BAGI LAKI-LAKI YANG MENYETUBUHI ISTRINYA KETIKA HAID

Disebutkan dalam sebuah riwayat:

"Dari Ibnu Abbas ra dari Nabi SAW mengenai laki-laki yang menyetubuhi istrinya yang sedang haid, bahwa ia harus bersedekah satu dinar atau setengah dinar.

Para ulama berselisih pendapat mengenai hadis di atas, karenanya denda terhadap laki-laki yang menyetubuhi istrinya ketika sang istri dalam keadaan haid ini pun masih diperdebatkan oleh para ulama. 

Asy-Syaukani mengatakan bahwa hadis itu memang menunjukkan bahwa laki-laki yang menyetubuhi istrinya sewaktu haid wajib membayar denda (kafarat). Adapun ulama yang sepaham dengan ini adalah Ibnu Abbas, Hasan al-Bashri, Sa'id bin Jabir, Qatadah, al-Auza'i, Ishaq dan Ahmad.