Serong maksudnya adalah tidak mau mematuhi perintah Allah, tidak sudi memelihara apa yang diperintahkan Allah untuk memeliharanya. Menyerongkan maknanya adalah mengajak wanita-wanita lain agar meniru perbuatannya. Tapi ada juga yang mengartikan serong dan menyerongkan itu berarti berlenggak-lenggok jalannya dengan menggoyang-goyangkan pundak mereka. Sedang yang lain mengartikannya, berjalan dengan meniru tingkah laku pelacur.
Kepala mereka seperti punuk-punuk onta, maksudnya adalah mereka atur kepala mereka sedemikian rupa dengan kerudung, ikat kepala atau lainnya yang menarik hingga orang terpesona melihatnya. البخت (al-Bukht) adalah unta Khurasan dengan punuk yang tinggi.Yakni, suatu gambaran dari wanita yang mensasak rambut kepalanya tinggi-tinggi seperti yang kita lihat saat ini.
Asy-Syaukani mengatakan, bahwa hadis di atas menjadi dasar pengharaman pakaian wanita yang masih menampakkan warna maupun bentuk tubuh. Dan ungkapan dan tidak bisa merasakan baunya, padahal bau surga itu sebenarnya dapat tercium dari jarak sekain, sekian (yakni perjalanan 500 tahun) memperlihatkan betapa besarnya dosa atas perbuatan-perbuatan itu.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pakaian wanita wajib memenuhi sifat-sifat berikut:
1. Menutupi seluruh badan selain yang sudah dikecualikan, yaitu wajah dan kedua telapak tangan.
2. Tidak ketat sehingga tidak menampakkan bentuk tubuh yang ditutupinya.
3. Tidak tipis sehingga warna kulit masih bisa terlihat dengan jelas.
4. Tidak menyerupai laki-laki.
5. Tidak berwarna yang mencolok sehingga menarik perhatian orang lain.
6. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir.
7. Dipakai bukan dengan maksud untuk memamerkannya.
Hadis-hadis lain yang melandasi kesimpulan di atas masih banyak. Di antaranya adalah hadis-hadis berikut ini:
"Dari Usamah bin Zaid ra, ia berkata, "Rasulullah SAW pernah memberikan kepadaku kain dari Qibti (Mesir), kain itu telah beliau terima sebagai hadiah dari Dahtah al-Kalabi. Tapi kemudian aku berikan kain itu kepada istriku (untuk dijadikan pakaian). Maka Rasulullah SAW menegurku, "Mengapa tidak kamu pakai saja kain Qibti itu?" Aku menjawab, "Ya Rasulullah, kain itu telah aku berikan kepada istriku." Maka beliau bersabda, "Suruhlah dia mengenakan pula baju rangkap di bawah kain Qibti itu. Karena aku benar-benar khawatir kain itu akan tetap menampakkan besarnya tulang-tulang (lekuk-lekuk tubuh) istrimu." (HR Imam Ahmad)
Hadis di atas menunjukkan bahwa wanita wajib memakai pakaian yang tidak menampakkan bentuk tubuhnya, dan bahwa hal ini adalah merupakan salah satu syarat penutup aurat. Dalam hadis itu Rasulullah SAW menyuruh agar berpakaian rangkap, sebab kain Qibti itu tipis yang tidak bisa menutupi, bahkan masih menampakkan warna kulit yang ditutupinya.
"Dari Ummu Salamah ra bahwa Rasulullah SAW pernah menemui Ummu Salamah, yang waktu itu sedang memperbaiki letak kerudungnya. Maka beliau bersabda, "Lipatlah sekali saja, jangan dua kali." (HR Imam Ahmad dan Abu Dawud)
Istri Nabi yang mulia itu disuruh melipat kerudungnya sekali saja, tidak dua kali, maksudnya agar jangan menyerupai lipatan surban yang dipakai kaum laki-laki. Karena menyerupai kaum laki-laki adalah terlarang.
"Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW mengutuk laki-laki yang berpakaian seperti pakaian perempuan, dan mengutuk perempuan yang berpakaian seperti laki-laki." (HR Imam Ahmad, Abu Dawud dan Nasa'i)
"Dari Ibnu Abbas ra berkata, "Rasulullah SAW mengutuk wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita." (HR Imam Bukhari, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa'i dan Ibnu Hibban)
Dari hadis-hadis di atas jelas sekali bagi kita bahwa laki-laki menyerupai wanita dan wanita menyerupai laki-laki adalah haram. Karena tidak mungkin dikutuk kalau hal itu bukan merupakan perbuatan yang diharamkan. Dan inilah pendapat jumhur ulama (pendapat mayoritas ulama).
Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar