Senin, 02 Januari 2017

KAJIAN KE-11: WANITA HAID TIDAK WAJIB SHALAT DAN PUASA

Abu Sa'id ra meriwayatkan sebuah hadis:

"Bahwa Nabi SAW pernah bersabda kepada kaum wanita, "Bukankah kesaksian wanita sama dengan separuh dari kesaksian laki-laki?" Mereka menjawab, "Benar". Nabi SAW bersabda, "Itulah kekurangan akalnya. Dan bukankah kalau dia haid maka ia tidak (wajib) shalat dan puasa?" Wanita-wanita itu menjawab pula, "Benar." Maka Nabi SAW bersabda, "Itulah kekurangan agamanya." (HR Imam Bukhari)

Menurut Asy-Syaukani, sabda Nabi SAW yang berbunyi: لم تصل ولم تصم (lam tushalli wa lam tashum: tidak shalat dan tidak puasa), bahwa dilarangnya wanita yang sedang haid dari shalat dan puasa adalah merupakan ketetapan syari'at yang telah diputuskan sebelumnya, di samping hadis itu kemudian menetapkan tidak wajibnya shalat dan puasa atas wanita yang sedang haid, yang memang merupakan ijma' (kesepakatan para ulama).

Adapun makna sabda Nabi SAW: "Itulah kekurangan akalnya", tidaklah dimaksudkan untuk merendahkan martabat kaum wanita. Maksud hadis tersebut menjelaskan bahwa kekurangan akal wanita itu dilihat dari sudut ingatan yang lemah, maka dari itu kesaksiannya harus dikuatkan oleh kesaksian seorang wanita yang lain untuk menguatkannya, karena boleh jadi ia lupa, lalu memberikan kesaksian lebih dari yang sebenarnya atau kurang darinya, sebagaimana firman Allah:



“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antaramu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang wanita dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa, maka seorang lagi mengingatkannya.” (QS. Al-Baqarah: 282)

Adapun makna sabda Nabi SAW: "Itulah kekurangan agamanya" adalah karena di dalam masa haid dan nifas ia meninggalkan shalat dan puasa dan tidak meng-qadha (mengganti) shalat yang ditinggalkannya selama haid atau nifas. Inilah yang dimaksud kekurangan agamanya. Akan tetapi kekurangan ini tidak menjadikannya berdosa, karena kekurangan tersebut terjadi berdasarkan aturan dari Allah SWT.

"Dari Mu'adzah, bahwa ia mengatakan, "Pernah aku tanyakan kepada Aisyah, mengapa wanita yang haid itu harus meng-qadha puasa, sedangkan shalatnya tidak." Maka beliau menjawab, "Itu pernah kami alami semasa kehidupan Nabi SAW. Tapi kami disuruh meng-qadha puasa dan tidak disuruh meng-qadha shalat." (HR Jama'ah)

Memang telah ada kesepakatan (ijma') di kalangan fuqaha (ahli fiqih), bahwa wanita yang sedang haid itu tidak wajib meng-qadha shalatnya, namun wajib meng-qadha puasanya.

Dalam hal ini Imam Nawawi mengatakan dalam Syarah Shahih Muslim, "Para ulama berkata, bahwa perbedaan di antara dua perkara itu (yakni puasa dan shalat), kalau shalat itu banyak dan dilakukan berkali-kali, jadi sulitlah meng-qadha-nya. Berbeda dengan puasa yang hanya setahun sekali (bulan Ramadhan) saja wajib dilakukan..."   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar