Pewarna kuku adalah bagian dari perhiasan wanita. Dengan ini para
wanita berhias dan berharap untuk bisa tampil lebih cantik dan menarik.
Hasrat untuk tampil cantik dan menarik merupakan fitrah bagi wanita.
Karena Allah SWT telah menjadikan mereka suka keindahan dan
kecantikan.
زُيِّنَ لِلنَّاسِ
حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ
الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ
وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
"Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali
yang baik." (QS. Ali Imran: 14)
Apabila kecantikan dan dandanannya itu disalurkan sesuai dengan apa
yang dihalalkan oleh Allah SWT, maka semua itu justru akan menjadi
ibadah dan media pendekatan diri kepada Allah SWT.
Misalnya, bila seorang wanita berusaha tampil cantik dan menarik di
depan suaminya dengan aneka make-up, termasuk salah satunya memakai
pewarna kuku, sehingga dengan itu suaminya menjadi tertarik dan senang
kepadanya, maka bagi wanita itu ada pahala dan ganjaran dari Allah SWT.
Sebaliknya, bila kecantikan dan dandanannya itu digunakan untuk
menjerat laki-laki lain yang bukan mahramnya sehingga menimbulkan zina
mata dan terbangkitnya nafsu syahwatnya, maka bagi wanita itu ada dosa
dan ancaman siksa di neraka.
Jadi hukum memakai pewarna kuku itu bisa menjadi ibadah sunnah
sekaligus bisa juga menjadi dosa. Tergantung niat atau tujuan
pemakainnya dan juga praktek dari niatnya itu.
Sedangkan dari sisi wudhu’, umumnya pewarna kuku merupakan zat
pewarna yang membentuk lapisan kedap air. Sehingga air tidak bisa
membasahi kuku-kukunya ketika berwudhu’.
Sehingga bila dia berwudhu dalam keadaan memakainya, jelaslah bahwa
wudhunya itu tidak sah, karena di antara anggota tubuh yang harus
dibasuh adalah kedua tangan hingga siku.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ
وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
sapulah kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki, …." (QS. Al-Maidah: 6)
Tidak terbasahinya kuku seorang wanita mengakibatkan wudhunya tidak
sah. Padahal syarat sahnya shalat itu adalah berwudhu atau suci dari
hadas. Dengan demikian, maka tanpa wudhu yang sah, shalatnya pun
tidak sah juga.
Dasarnya adalah hadits berikut ini :
أَنَّ رَجُلًا تَوَضَّأَ
فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِيُّ
فَقَالَ: ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ فَرَجَعَ ثُمَّ صَلَّى
"Ada seseorang yang berwudhu lalu
dia membiarkan sebuah satu kuku di jari kakinya tidak terkena air.
Rasulullah SAW memperhatikannya dan menyuruhnya, "Kembali, ulangi
wudhumu dengan baik.” Orang inipun mengulangi wudhunya, lalu dia shalat." (HR Imam Muslim)
Selain itu juga ada hadis lain yang menguatkan :
أَنَّ رَسُولَ اللهِ رَأَى
رَجُلًا يُصَلِّي، وَفِي ظَهْرِ قَدَمِهِ لُمْعَةٌ، قَدْرُ الدِّرْهَمِ
لَمْ يُصِبْهَا الْمَاءُ فَأَمَرَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنْ يُعِيدَ الْوُضُوءَ
"Rasulullah SAW melihat seseorang
shalat, sementara di punggung kakinya ada selebar koin yang belum
tersentuh air. Kemudian beliau menyuruh orang ini untuk mengulangi
wudhunya." (HR Imam Ahmad)
Untuk itu bila ingin memakainya, pastikan bahwa seorang wanita itu
sudah berwuhdu sebelumnya dan dia bisa menahan segala hal yang
membatalkan wudhu. Dalam keadaan itu, dia boleh melakukan shalat dan
shalatnya sah. Tapi bila batal wudhunya, tentu saja dia harus
berwudhu lagi dan untuk itu dia harus menghapus dahulu kuteknya agar
wudhunya sah.
Wallahu A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar