Jumhur (mayoritas) ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan
sebagian dari Hambali berpendapat bahwa dalam melakukan mandi janabah,
wanita tidak wajib mengurai rambutnya yang terkepang atau tergelung,
yang penting air sampai ke kulit kepalanya dan membasahi seluruh kulit
dan rambutnya.
Namun, jika tanpa menguraikan kepangan itu air menjadi tidak bisa
membasahi seluruh rambut dan kulit kepalanya, maka gelungan dan
kepangannya harus diuraikan. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari
Ummu Salamah, isteri Rasulullah SAW :
يا رسول الله، إني امرأة
أشد ضفر رأسي فأنقضه لغسل الجنابة؟ قال: لا، إنما يكفيك أن تحثي على رأسك
ثلاث حثيات، ثم تفيضين عليك الماء فتطهرين
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya
aku adalah wanita yang memiliki kepangan rambut yang sangat kuat,
apakah aku harus menguraikannya pada saat mandi janabah? Rasul
Menjawab: Tidak, cukup engkau memercikkan air tiga kali ke atas
kepalamu, kemudian mengguyurkan air ke atasnya, lalu engkau menjadi
suci" (HR. Muslim)
Ulama dari Madzhab Hambali sepakat dengan pendapat jumhur ulama
mengenai tidak wajibnya mengurai kepangan dan gelungan rambutnya pada
saat mandi janabah dari jima', Namun sebagian yang lain berbeda dalam
hal mandi janabah dari Haid dan Nifas.
Dalam hal wanita yang suci dari haid dan nifas, ulama Madzhab
Hambali terbagi menjadi dua pendapat: Sebagian mengatakan bahwa wanita
yang suci dari haid dan nifas wajib membuka gelungan dan kepangan
rambutnya pada saat mandi janabah.
Namun, sebagian ulama lain dari madzhab ini mengatakan sebaliknya.
Yakni bahwa wanita tidak wajib menguraikan gelungan dan kepangan
rambutnya. Adapun pendapat kedua inilah yang sepakat dengan pendapat
mayoritas ulama.
Mengapa sebagian ulama dari Madzhab Hambali membedakan antara mandi janabah dari jima' dan dari haid atau nifas?
Sebab mandi janabah dari jima' jauh lebih sering dilakukan. Maka
akan memberatkan bagi wanita jika ia harus membuka gelungan dan
kepangan rambutnya berkali-kali, apalagi jika ia menjadi pengantin
baru.
Berbeda dengan wanita yang suci dari haid dan nifas, dimana ini
tidak terlalu sering dilakukannya. Maka, dalam hal ini madzhab Hambali
mengharuskan wanita untuk mengurai kepangan dan gelungannya saat mandi
untuk bersuci. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW pada bunda Aisyah
saat beliau baru bersih dari haid:
انقضي شعرك وامتشطي
"Uraikanlah rambutmu, dan bersisirlah"
Disini, Rasul memerintahkan Aisyah agar menguraikan dan menyisir
rambutnya terlebih dahulu sebelum mandi janabah dari haidnya. Memang
pada dasarnya, wanita harus membuka kepangan dan gelungannya pada saat
mandi agar air mudah merata sampai pada kulit kepada dan rambutnya.
Adapun bolehnya untuk tidak membuka kepangan dan gelungan pada saat
mandi janabah dari jima' itu merupakan keringanan untuk menghilangkan
masyaqqah (kesulitan) karena lebih sering dilakukan dari pada mandi dari
haid dan nifas.
Walau terbagi menjadi 2 pendapat, namun yang menjadi pendapat resmi
dalam madzhab Hambali adalah bahwa membuka gelungan rambut saat mandi
janabah, baik dari jima' maupun haid tidaklah wajib bagi wanita,
melainkan sekedar anjuran saja. Yang penting kulit kepala dan rambutnya
dapat terbasahi oleh air saat mandi.
Hal ini disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni jilid 1 halaman 226-227 :
قال بعض أصحابنا: هذا مستحب غير واجب، وهو قول أكثر
الفقهاء، وهو الصحيح إن شاء الله؛ لأن في بعض ألفاظ حديث أم سلمة أنها
قالت للنبي: صلى الله عليه وسلم إني امرأة أشد ضفر رأسي فأنقضه للحيضة
والجنابة؟ فقال: لا، إنما يكفيك أن تحثي على رأسك ثلاث حثيات، ثم تفيضين
عليك الماء فتطهرين . وهي زيادة يجب قبولها، وهذا صريح في نفي الوجوب
"Sebagian ulama dari madzhab kami
(Hambali): hal ini (mengurai rambut) sifatnya mustahab (dianjurkan),
dan inilah pendapat mayoritas ulama fiqih, dan inilah pendapat yang
benar insyaa Allah, Sebagaimana hadits dari Ummu Salamah yang isinya:
'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah wanita yang memiliki kepangan rambut yang sangat kuat, apakah aku harus menguraikannya pada saat mandi janabah (dari jima') dan dari haid?
Tidak, cukup engkau memercikkan air tiga kali ke atas kepalamu, kemudian mengguyurkan air ke atasnya, lalu engkau menjadi suci'.
Lafadz HAID dalam hadits ini adalah tambahan dalil yang wajib untuk diterima, dan hadits tersebut menjelaskan tidak adanya kewajiban untuk menguraikan rambutnya (saat mandi janabah, baik dari haid maupun jima')".
'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah wanita yang memiliki kepangan rambut yang sangat kuat, apakah aku harus menguraikannya pada saat mandi janabah (dari jima') dan dari haid?
Tidak, cukup engkau memercikkan air tiga kali ke atas kepalamu, kemudian mengguyurkan air ke atasnya, lalu engkau menjadi suci'.
Lafadz HAID dalam hadits ini adalah tambahan dalil yang wajib untuk diterima, dan hadits tersebut menjelaskan tidak adanya kewajiban untuk menguraikan rambutnya (saat mandi janabah, baik dari haid maupun jima')".
Kesimpulan
Sebagian ulama dari madzhab Hambali mewajibkan wanita membuka
gelungan dan kepangan rambutnya pada saat mandi janabah dari Haid dan
Nifas. Namun itu bukan menjadi pendapat resmi madzhab ini.
Adapun pendapat resmi dari madzhab Hambali adalah bahwa membuka
gelungan dan kepangan rambut bagi wanita pada saat mandi janabah itu
TIDAK WAJIB, melainkan anjuran saja. Baik mandi dari Jima' maupun dari
Haid dan Nifas. Asalkan air bisa merata di kulit kepala dan rambutnya.
Dan inilah yang disepakati oleh Mayoritas ulama dari empat madzhab.
Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar