Lazimnya, wanita hamil tidak mengalami haid. Namun ternyata sebagian
wanita ada yang keluar darah selama kehamilannya. Ada yang mengalaminya
beberapa hari di trimester tertentu, bahkan ada pula yang mengalaminya
secara konsisten tiap bulan hingga usia kehamilan mencapai 9 bulan.
Apakah darah ini haid ataukah istihadhah?
Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini:
a. Madzhab Hanafi dan Hanbali
Ulama dari madzhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa darah yang
keluar selama kehamilan bukanlah darah haid, melainkan darah fasad yang
hukumnya sama dengan istihadhah. Sebab wanita hamil tidak bisa mengalami
haid. Maka, saat keluar darah wanita hamil ini tetap wajib melaksanakan
shalat dan puasa sebagaimana saat ia suci.
Sebagaimana yang disabdakan Nabi SAW terhadap seorang lelaki yang hendak menikahi wanita hamil karena zina :
"Dan wanita hamil (sebab zina) tidak boleh dijima' sampai ia melahirkan, dan begitu pula yang tidak hamil sampai ia mengalami haid." (HR. Abu Dawud)
Dari hadis di atas diketahui bahwa haid menjadi suatu sebab atas
kosongnya rahim dari janin. Dengan demikian, maka kedua hal itu (hamil
dan haid) tidak bisa dialami dalam satu waktu.
Begitu pula dalam hadis Rasulullah SAW saat beliau melarang Ibnu Umar untuk menceraikan isterinya yang sedang dalam keadaan haid.
"Perintahkan padanya (Ibnu Umar) agar merujuk isterinya kembali,
jika ia ingin menceraikannya maka ceraikan pada saat isterinya itu
sedang dalam keadaan suci atau dalam keadaan hamil." (HR. Muslim)
Dalam hadis diatas diketahui bahwa kehamilan menjadi tanda ketiadaan haid.
Pendapat ini dijelaskan oleh As-Sarakhsi, salah seorang ulama dari madzhab Hanafi dalam kitabnya Al-Mabsuth.
ومن الدماء الفاسدة ما تراه الحامل فقد ثبت
لنا أن الحامل لا تحيض، وذلك مروي عن عائشة - رضي الله عنها - وعرف أنها
إذا حبلت انسد فم رحمها فالدم المرئي ليس من الرحم فيكون فاسدا
"Salah satu jenis darah fasid adalah darah yang keluar saat
hamil, dan telah jelas bagi kami (madzhab Hanafi) bahwa wanita hamil
tidaklah mengalami haid. Hal itu sebagama yang diriwayatkan dari Aisyah
RA: "Diketahui bahwa wanita jika hamil, maka tertutuplah mulut rahimnya,
maka darah yang terlihat saat hamil itu bukanlah keluar dari dalam
rahimnya, sehingga darah itu dihukumi sebagai darah fasid".
Pendapat tersebut dikuatkan oleh Imam Az-Zaila'i yang juga dari madzhab Hanafi dalam kitabnya Tabyin al-Haqa'iq :
عن ابن عباس - رضي الله عنهما - أنه قال: إن
الله رفع الحيض عن الحبلى وجعل الدم رزقا للولد وقالت عائشة - رضي الله
عنها - إن الحامل لا تحيض؛ ولأن فم الرحم ينسد بالحبل كذا العادة وفيما ذكر
أنه ينفتح فمه بخروج الولد
"Dari Ibnu Abbas ra bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mengangkat haid dari wanita hamil, dan
menjadikan darah itu sebagi rizki untuk si janin. Dan Aisyah ra juga
berkata: "Wanita hamil itu tidak haid". Dan karena pada saat hamil mulut
rahim tertutup dan dia akan membuka lagi saat si bayi itu keluar."
Walau madzhab Hambali mengatakan bahwa darah yang keluar pada
saat hamil bukanlah darah haid, namun mereka tetap menganjurkan
(mustahab) wanita hamil yang mengalaminya untuk mandi janabah setelah
darah berhenti keluar, untuk tujuan ihtiyath (berhati-hati) dan khuruj 'anil khilaf (menghindari perbedaan pendapat ulama).
b. Madzhab Maliki dan Syafi'i
Ulama dari madzhab Maliki dan Syafi'i berpendapat bahwa wanita hamil
bisa saja mengalami haid jika memenuhi syarat, seperti durasinya,
warnanya maupun gejalanya. Misalnya, jika ada wanita hamil yang melihat
darah keluar selama minimal sehari semalam dan warnanya kehitaman, maka
darah itu adalah haid.
Ulama dari madzhab ini mengambil keumuman dalil dari hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Asiyah ra :
Ada pula atsar dari Aisyah ra mengenai wanita hamil yang melihat keluarnya darah, Aisyah ra mengatakan : "Sesungguhnya wanita ini harus meninggalkan shalat." Dan hal ini menjadi ijma' di kalangan penduduk Madinah.
Imam Ibnu Abdil Barr, salah seorang ulama dari madzhab Maliki mengatakan dalam kitabnya Al-Istidzkar sebagai berikut :
ذكر مالك أنه سأل بن شهاب عن (المرأة) الحامل
ترى الدم قال تكف عن الصلاة قال مالك وذلك الأمر عندنا ولم يختلف عن يحيى
بن سعيد وربيعة أن الحامل إذا رأت دما فهو حيض تكف من أجله عن الصلاة
"Imam Malik menyebutkan bahwasanya Ibnu Syihab bertanya tentang wanita
hamil yang melihat darah keluar, ia menjawab: dia (wanita itu) tidak
boleh shalat. Imam Malik berkata: itu adalah pendapat mazhab kita. Dan tidak
ada yang menyelisihi riwayat dari Yahya bin Said dan Robiah bahwasanya
wanita hamil jika melihat darah maka itu adalah haid, oleh karena itu ia
tidak boleh shalat."
Imam Nawawi, salah seorang ulama dari madzhab Syafi'i juga berpendapat
serupa. Dalam kitab Raudhah at-Thalibin, beliau menyebutkan pendapat
Imam as-Syafi'i mengenai hal ini :
القديم: أنه دم فساد. والجديد الأظهر: أنه حيض. وسواء ما تراه قبل الحمل وبعدها، على المذهب
"Dalam qaul qodimnya (Imam Syafi'i): bahwasanya itu darah fasid
(istihadhah). Dan dalam qaul jadidnya: itu darah haid, baik itu yang
keluar sebelum hamil ataupun sesudahnya."
Pada kitab yang sama, di halaman berikutnya beliau menambahkan :
ثم على القديم: هو حدث دائم، كسلس البول. وعلى الجديد: يحرم فيه الصوم والصلاة. وتثبت جميع أحكام الحيض
"Dalam qaul qadim: ia (darah itu) adalah hadats yang berlangsung
lama, seperti halnya wasir. Dan dalam qaul jadid beliau (Imam Syafi'i)
mengatakan: haram baginya melaksanakan shalat dan puasa (karena itu
darah haidh), dan bagi wanita itu berlaku semua hukum terkait haidh."
Kesimpulan
Mayoritas wanita hamil tidak mengalami perdarahan yang berlangsung
lama, jika pun ada flek atau bercak darah yang keluar, biasanya hanya
keluar sedikit dan tidak lama. Namun sebagian dari mereka ada juga yang
mengalami pedarahan yang lumayan lama dan berlangsung beberapa hari,
bahkan sebagian yang lain juga ada yang mengalaminya setiap bulan.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Ulama dari madzhab
Hanafi dan Hambali mengatakan bahwa wanita hamil tidak mengalami haid.
Maka, jika ada wanita hamil keluar darah selama kehamilannya, maka itu
bukan haid, melainkan darah rusak (fasid). Bahkan jika pun darah yang
keluar itu berlangsung selama berhari-hari dan kehitaman layaknya haid.
Darah fasid hukumnya sama dengan istihadhah, ia bukan hadats besar.
Artinya, wanita ini tetap wajib melaksanakan semua kewajiban wanita
suci, seperti shalat dan puasa Ramadhan.
Sedangkan ulama dari madzhab Maliki dan Syafi'i mengatakan bahwa
darah yang keluar dari wanita hamil bisa disebut darah haid jika
memenuhi beberapa syarat, seperti durasi dan sifat-sifat darahnya. Maka,
jika wanita hamil melihat darah keluar minimal sehari semalam secara
konsisten, dan darahnya kehitaman, maka darah tersebut dihukumi sebagai
darah haid. Untuk itu berlaku baginya semua larangan wanita haid,
seperti haramnya shalat dan thawaf, serta larangan berhubungan seksual
dengan suaminya.
Adapun darah yang tidak memenuhi sifat-sifat darah haid, maka itu tidak dinamakan darah haid. Seperti darah yang keluarnya tidak konsisten dan hanya berupa flek dan bercak, atau tetesan darah yang warnanya merah segar bercampur lendir, ini semua tidak disebut dengan darah haid melainkan darah istihadhah. Begitu juga darah yang keluar setelah bayi lahir, darah ini bukanlah haid, melainkan darah nifas.
Wallahu a'lam
Adapun darah yang tidak memenuhi sifat-sifat darah haid, maka itu tidak dinamakan darah haid. Seperti darah yang keluarnya tidak konsisten dan hanya berupa flek dan bercak, atau tetesan darah yang warnanya merah segar bercampur lendir, ini semua tidak disebut dengan darah haid melainkan darah istihadhah. Begitu juga darah yang keluar setelah bayi lahir, darah ini bukanlah haid, melainkan darah nifas.
Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar