Apabila seorang wanita mengimami seorang makmum wanita, maka makmum
wanita berdiri di samping kanan dari imam wanita. Posisi ini sama persis
dengan aturan shaf shalat bagi dua orang laki-laki yang melakukan
shalat berjamaah.
Namun apabila seorang wanita
mengimami jamaah dari para makmum wanita, maka imam wanita berdiri di
tengah-tengah shaf para makmum wanita yang berada di barisan paling
depan.
Pendapat ini sebagaimana bersumber dari hadis yang diriwayatkan dari Aisyah binti Abu Bakar ra dan Ummu Salamah ra:
"Dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang wanita mengimami jamaah shalat dari kaum wanita, dan ia
(imam) berdiri di tengah-tengah mereka (yang ada di barisan paling
depan).”
Ibnu Qudamah dari madzhab Hanbali mengatakan bahwa wanita
dianjurkan untuk ber-istitar (berada di tempat yang tertutup), maka
berada di tengah-tengah para jamaah makmum wanita akan menjadi tempat
yang tertutup bagi si imam wanita.
Sedangkan apabila si imam wanita berdiri di depan para jamaah
wanita, maka masih ada kemungkinan sah shalatnya karena posisi di depan
itu adalah posisi yang lazim bagi imam, sebagaimana posisi imam
laki-laki.
Akan tetapi akan lebih baik bagi imam wanita yang memposisikan
dirinya di tengah-tengah barisan depan makmum, untuk berdiri lebih maju
selangkah atau dua langkah untuk membedakan sedikit posisi dirinya
sebagai imam dari para jamaah makmum.
Barisan Terbaik Wanita
Para ulama menyebutkan bahwa barisan yang terbaik untuk wanita ada pada bagian paling belakang. Dalam hal ini maksudnya adalah shalat berjamaah di masjid, di mana makmumnya terdiri dari laki-laki dan wanita serta anak-anak.
Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini:
"Sebaik-baik barisan shalat laki-laki adalah paling depan, seburuk-buruknya adalah paling belakang. Sebaik-baik barisan shalat wanita adalah paling belakang, seburuk-buruknya adalah paling depan." (HR Imam Muslim)
2. Cara Membentuk Barisan Wanita
Di atas sudah disebutkan bahwa untuk kasus shalat di masjid, di mana makmumnya terdiri dari laki-laki dan wanita, barisan yang paling baik buat wanita adalah paling belakang.
Dan orang yang berhak untuk mendapatkan barisan paling baik adalah orang yang datang lebih awal. Dalam hal ini berlaku sistem siapa cepat dia dapat.
Kalau barisan laki-laki sudah tidak menjadi masalah, karena barisan terbaik ada pada bagian depan. Maka siapa yang datang lebih awal, dia berhak shalat di barisan terdepat atau barisan paling baik. Dan siapa yang datang belakangan, dia menempati barisan di belakang.
Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara membangun dan menyusun barisan wanita, kalau barisan itu dimulai dari belakang?
Padahal umumnya pintu masjid itu adanya di bagian belakang. Kalau barisan paling belakang langsung diisi penuh, maka jamaah yang datang belakangan, tentu akan terhalangi. Mereka pasti harus melangkah-langkahi barisan-barisan paling belakang dulu untuk bisa mendapatkan barisan depan.
Hal ini agak membingungkan sebagian orang.
Dalam hal ini, jalan keluarnya kembali kepada desain bangunan masjid yang dibuat oleh para arsitek. Para arsitek yang membangun masjid seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan para ulama, khususnya terkait hal-hal yang masalah syariah.
Salah satu solusinya adalah dengan tidak membuat pintu masjid di bagian belakang, tetapi pintu dibuat di samping kanan dan kiri masjid. Setidaknya, pada bagian yang dikhususkan untuk wanita di dalam masjid, pintu masuknya tidak dibuat di bagian belakang, tetapi justru dibuat dari arah depan.
Sehingga bila ada jamaah wanita masuk ke bagian tempat shalat wanita, dia masuk dari arah depan, langsung menuju barisan paling belakang. Jamaah wanita yang datang berikutnya, tinggal mengisi barisan di bagian depanya. Dan demikian seterusnya, sehingga yang datang paling akhir akan menempati barisan paling depan.
Wallahu a'lam
Para ulama menyebutkan bahwa barisan yang terbaik untuk wanita ada pada bagian paling belakang. Dalam hal ini maksudnya adalah shalat berjamaah di masjid, di mana makmumnya terdiri dari laki-laki dan wanita serta anak-anak.
Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini:
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَال أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
"Sebaik-baik barisan shalat laki-laki adalah paling depan, seburuk-buruknya adalah paling belakang. Sebaik-baik barisan shalat wanita adalah paling belakang, seburuk-buruknya adalah paling depan." (HR Imam Muslim)
1. Konfigurasi Barisan
Dalam urusan konfigurasi
barisan shalat wanita, dibedakan antara kalau jamaahnya semua wanita
dengan kalau jamaahnya bercampur antara laki-laki dan wanita.
a. Semua Jamaah Wanita
Apabila dalam suatu shalat berjamaah seluruh makmumnya adalah kaum
wanita, maka sebaik-baik barisan adalah yang paling depan.
Alasannya karena kita menggunakan dalil yang bersifat umum tentang
keutamaan barisan yang paling depan.
لَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ لَكَانَتْ قُرْعَةٌ
"Seandainya mereka tahu betapa besarnya nilai barisan paling depan, pastilah mereka berebutan sampai harus mengundi." (HR Imam Muslim)
تَقَدَّمُوا فَائْتَمُّوا بِي وَلْيَأْتَمَّ بِكُمْ مَنْ بَعْدَكُمْ
"Majulah dan mendekatlah kepadaku, agar yang datang belakangan mengisi barisan berikutnya." (HR Imam Muslim)
b. Jamaah Bercampur Laki-laki dan Wanita
Sedangkan bila jamaah shalat bercampur antara jamaah laki-laki dan
wanita, seperti yang terjadi umumnya di dalam masjid, maka hukumnya jadi
berubah sesuai dengan kekhususan hadis di atas.
Maka barisan yang paling baik buat wanita bukan lagi pada bagian
paling depan, melainkan justru pada bagian paling belakang. Salah satu
hikmahnya adalah untuk memisahkan antara laki-laki dan wanita, mengingat
di masa Rasulullah SAW, masjid Nabawi tidak ada tabirnya. Maka
pemisahan jamaah laki-laki dan wanita menggunakan jarak. Makin jauh
jaraknya maka akan semakin baik, sedangkan semakin dekat jaraknya akan
semakin buruk.
Maka untuk itu, anak-anak ditempatkan di tempat yang "paling buruk."
Barisan paling belakang dari barisan laki-laki ditempati oleh anak-anak
laki, sedangkan barisan paling depan dari barisan wanita ditempati oleh
anak-anak wanita.
Salah satu hikmahnya karena anak-anak tidak bermasalah bila bertemu atau berdekatan dengan lain jenis kelamin.
Di atas sudah disebutkan bahwa untuk kasus shalat di masjid, di mana makmumnya terdiri dari laki-laki dan wanita, barisan yang paling baik buat wanita adalah paling belakang.
Dan orang yang berhak untuk mendapatkan barisan paling baik adalah orang yang datang lebih awal. Dalam hal ini berlaku sistem siapa cepat dia dapat.
Kalau barisan laki-laki sudah tidak menjadi masalah, karena barisan terbaik ada pada bagian depan. Maka siapa yang datang lebih awal, dia berhak shalat di barisan terdepat atau barisan paling baik. Dan siapa yang datang belakangan, dia menempati barisan di belakang.
Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara membangun dan menyusun barisan wanita, kalau barisan itu dimulai dari belakang?
Padahal umumnya pintu masjid itu adanya di bagian belakang. Kalau barisan paling belakang langsung diisi penuh, maka jamaah yang datang belakangan, tentu akan terhalangi. Mereka pasti harus melangkah-langkahi barisan-barisan paling belakang dulu untuk bisa mendapatkan barisan depan.
Hal ini agak membingungkan sebagian orang.
Dalam hal ini, jalan keluarnya kembali kepada desain bangunan masjid yang dibuat oleh para arsitek. Para arsitek yang membangun masjid seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan para ulama, khususnya terkait hal-hal yang masalah syariah.
Salah satu solusinya adalah dengan tidak membuat pintu masjid di bagian belakang, tetapi pintu dibuat di samping kanan dan kiri masjid. Setidaknya, pada bagian yang dikhususkan untuk wanita di dalam masjid, pintu masuknya tidak dibuat di bagian belakang, tetapi justru dibuat dari arah depan.
Sehingga bila ada jamaah wanita masuk ke bagian tempat shalat wanita, dia masuk dari arah depan, langsung menuju barisan paling belakang. Jamaah wanita yang datang berikutnya, tinggal mengisi barisan di bagian depanya. Dan demikian seterusnya, sehingga yang datang paling akhir akan menempati barisan paling depan.
Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar