Senin, 30 Januari 2017

KAJIAN KE-35: APAKAH BAIK SEORANG WANITA MEMAKAI CADAR?

Syaikh Ali Jum'ah (mantan Mufti Mesir dan Syaikhul Azhar) pernah ditanya dengan pertanyaan pada judul di atas. Beliau menjawab sebagai berikut:

Cadar adalah pakaian yang digunakan untuk menutupi tubuh kaum wanita. Bedanya, kalau hijab menutupi seluruh badan, sedangkan cadar menutupi wajah wanita saja.

Mayoritas ulama fiqih berpendapat bahwa seluruh badan wanita adalah aurat jika dinisbatkan kepada laki-laki bukan mahram selain wajah dan kedua telapak tangannya. Karena wanita juga butuh berkomunikasi dan take and give dengan kaum pria. Ada pendapat dari Imam Abu Hanifah yang membolehkan seorang wanita untuk memperlihatkan kedua telapak kakinya, karena Allah Ta'ala melarang memperlihatkan perhiasan namun mengecualikan sesuatu yang biasa tampak dari anggota wanita, sedangkan telapak kaki termasuk anggota yang tampak.

Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, secara umum semua anggota tubuh wanita adalah aurat jika dilihat seorang pria bukan mahram, bahkan hingga kuku-kuku mereka. Diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa beliau berkata, "Sesungguhnya seorang istri yang menampakkan diri maka suaminya tidak boleh menemaninya makan karena dapat kelihatan telapak tangannya." Seorang Qadhi madzhab Hanbali berkata, "Haram bagi laki-laki bukan mahram melihat wanita yang bukan mahramnya selain wajah dan kedua telapak tangan."

Mayoritas ulama merujuk pada dalil-dalil al-Qur'an dan Hadis, antara lain firman Allah Ta'ala:

"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya." (QS. an-Nur: 31)

Maksudnya anggota tempat dia berhias, seperti maskara (celak) sebagai hiasan wajah dan cincin sebagai hiasan tangan.

Ibn Katsir menuturkan ayat ini, kemudian berkata, A'masy berkata, dari Said bin Jubair, dari Ibnu Abbas: "Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya."  

Ibnu Abbas berkata, "Maksudnya adalah wajah, telapak tangan, dan cincin." Ini diriwayatkan juga dari Ibnu Umar, 'Atha', Ikrimah, Said bin Jubair, Abu Sya'tsa, Dhahhak, Ibrahim dan lainnya". (Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, juz 3 hlm. 284)

Adapun dalil dari Hadis antara lain Hadis riwayat Aisyah ra, bahwa Asma binti Abu Bakar masuk ke rumah Rasulullah SAW dengan memakai pakaian yang tipis. Maka Rasulullah pun berpaling darinya seraya berkata, "Wahai Asma, sesungguhnya seorang wanita jika sudah baligh tidak patut memperlihatkan dirinya kecuali ini dan ini." Dan beliau menunjukkan wajah dan kedua telapak tangan. (HR Imam Abu Dawud dan al-Baihaqi)

Hadis tentang Rasulullah SAW mengingatkan para wanita untuk bersedekah agar terhindar dari api neraka. Dalam Hadis disebutkan, "Lalu seorang dari wanita-wanita mulia yang pipinya agak hitam kemerah-merahan betanya, "Kenapa wahai Rasulullah?" Rawi Hadits ini adalah Jabir ra. Hadis ini menunjukkan bahwa wanita tersebut wajahnya terbuka dan yang meriwayatkan Hadis ini (yakni Jabir ra) melihatnya sendiri. Masih ada beberapa dalil Hadis lainnya.

Yang memiliki pendapat berbeda menganggap hukum di atas telah dinasakh dengan hukum bercadar. Namun tidak ada dalil yang menunjukkan adanya nasakh tersebut, sebagaimana mereka berdalil dengan firman Allah Ta'ala dalam surat al-Ahzab:

"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. al-Ahzab: 59)

Dalam ayat di atas tidak disebutkan secara tegas tentang menutup wajah. 

Al-Marghinani (Hanafi) berkata, (Semua bagian tubuh wanita merdeka adalau aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya), berdasarkan Hadis Rasulullah SAW, ("Seorang wanita adalah aurat yang harus ditutupi") kecuali dua anggota di atas menunjukkan boleh memperlihatkannya. Penulis berkata, "Hadis ini memberikan nash bahwa telapak kaki juga termasuk aurat. Pendapat lain mengatakan bukan aurat, dan ini adalah pendapat yang lebih shahih". (Abu Bakr bin Ali al-Rusydani al-Marghinani, al-Hidayah, juz 1 hlm. 258-259)

Syaikh Ibn Khalaf al-Baji (Maliki) menuturkan, "Semua anggota tubuh wanita termasuk aurat selain wajah dan kedua telapak tangannya". Di tempat lain beliau berkata, "Pernyataan penulis: (Terkadang seorang wanita makan bersama suami dan orang lain, atau saudara laki-lakinya seperti itu) ini menunjukkan bahwa laki-laki boleh melihat wajah dan telapak tangan wanita lain, karena keduanya nampak ketika sedang makan". (Sulaiman bin Khalaf al-Baji, al-Muntaqa Syarh al-Muwaththa, juz 4 hlm. 105)

Ibn Hajar al-Haitami (Syafi'i) menukil pendapat Qadhi Iyadh yang menyatakan bahwa ulama sepakat bahwa seorang wanita tidak wajib menutup wajahnya. Beliau berkata, "Penulis menukil dari Iyadh tentang ijma' ulama bahwa tidak wajib seorang wanita menutup wajahnya di perjalanan, hal itu hanya sunnah. Namun bagi laki-laki wajib memejamkan matanya karena ada ayat tersebut". (Ibn Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj Syarh al-Minhaj, juz 7 hlm. 193).

Masalah cara berpakaian berkaitan erat dengan kebiasaan masyarakat setempat. Untuk kasus di Mesir sebaiknya mengikuti pendapat jumhur ulama, karena di masa sekarang wanita menutup wajahnya dianggap asing oleh masyarakat dan hanya dilakukan kelompok minoritas. Namun di komunitas lain yang memang lebih cocok mengikuti madzhab Hanbali, maka boleh saja mewajibkan para wanita mengikuti madzhab ini karena menyesuaikan dengan kondisi masyarakat, bukan karena tuntutan agama.

Karena itu, menurut kami pendapat yang lebih unggul adalah pendapat jumhur ulama yang menyatakan kebolehan membuka wajah dan kedua telapak tangan serta menutup anggota tubuh yang lain. Di samping itu, kami berpandangan jika menutup wajah menjadi faktor perpecahan umat atau dianggap simbol beribadah atau beragama, maka hukumnya keluar dari sunnah atau mubah menjadi bid'ah. Hal ini menjadi bid'ah, khususnya jika berdasarkan argumen yang tidak diturunkan dalam kitab Allah Ta'ala. 

Wallahu Ta'ala A'lam  

Dikutip dari al-Bayan Lima Yasyghal al-Adzhan karya Syaikh Ali Jum'ah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar