Syaikh Ali Jum'ah (mantan Mufti Mesir dan Syaikhul Azhar) pernah ditanya
dengan pertanyaan pada judul di atas. Beliau menjawab sebagai berikut:
Cadar adalah pakaian yang digunakan untuk menutupi tubuh kaum wanita.
Bedanya, kalau hijab menutupi seluruh badan, sedangkan cadar menutupi
wajah wanita saja.
Mayoritas ulama fiqih berpendapat bahwa seluruh badan wanita adalah
aurat jika dinisbatkan kepada laki-laki bukan mahram selain wajah dan
kedua telapak tangannya. Karena wanita juga butuh berkomunikasi dan take and give dengan
kaum pria. Ada pendapat dari Imam Abu Hanifah yang membolehkan seorang
wanita untuk memperlihatkan kedua telapak kakinya, karena Allah Ta'ala
melarang memperlihatkan perhiasan namun mengecualikan sesuatu yang biasa
tampak dari anggota wanita, sedangkan telapak kaki termasuk anggota
yang tampak.
Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, secara umum semua anggota tubuh wanita
adalah aurat jika dilihat seorang pria bukan mahram, bahkan hingga
kuku-kuku mereka. Diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa beliau berkata,
"Sesungguhnya seorang istri yang menampakkan diri maka suaminya tidak
boleh menemaninya makan karena dapat kelihatan telapak tangannya."
Seorang Qadhi madzhab Hanbali berkata, "Haram bagi laki-laki bukan
mahram melihat wanita yang bukan mahramnya selain wajah dan kedua
telapak tangan."
Mayoritas ulama merujuk pada dalil-dalil al-Qur'an dan Hadis, antara lain firman Allah Ta'ala:
"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya." (QS. an-Nur: 31)
Maksudnya anggota tempat dia berhias, seperti maskara (celak) sebagai hiasan wajah dan cincin sebagai hiasan tangan.
Ibn Katsir menuturkan ayat ini, kemudian berkata, A'masy berkata, dari Said bin Jubair, dari Ibnu Abbas: "Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya."
Ibnu Abbas berkata, "Maksudnya adalah wajah, telapak tangan, dan
cincin." Ini diriwayatkan juga dari Ibnu Umar, 'Atha', Ikrimah, Said bin
Jubair, Abu Sya'tsa, Dhahhak, Ibrahim dan lainnya". (Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, juz 3 hlm. 284)
Adapun dalil dari Hadis antara lain Hadis riwayat Aisyah ra, bahwa
Asma binti Abu Bakar masuk ke rumah Rasulullah SAW dengan memakai
pakaian yang tipis. Maka Rasulullah pun berpaling darinya seraya
berkata, "Wahai Asma, sesungguhnya seorang wanita jika sudah baligh tidak patut memperlihatkan dirinya kecuali ini dan ini." Dan beliau menunjukkan wajah dan kedua telapak tangan. (HR Imam Abu Dawud dan al-Baihaqi)
Hadis tentang Rasulullah SAW mengingatkan para wanita untuk bersedekah
agar terhindar dari api neraka. Dalam Hadis disebutkan, "Lalu seorang
dari wanita-wanita mulia yang pipinya agak hitam kemerah-merahan
betanya, "Kenapa wahai Rasulullah?" Rawi Hadits ini adalah Jabir ra.
Hadis ini menunjukkan bahwa wanita tersebut wajahnya terbuka dan yang
meriwayatkan Hadis ini (yakni Jabir ra) melihatnya sendiri. Masih ada
beberapa dalil Hadis lainnya.
Yang memiliki pendapat berbeda menganggap hukum di atas telah dinasakh
dengan hukum bercadar. Namun tidak ada dalil yang menunjukkan adanya
nasakh tersebut, sebagaimana mereka berdalil dengan firman Allah Ta'ala
dalam surat al-Ahzab:
"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang." (QS. al-Ahzab: 59)
Dalam ayat di atas tidak disebutkan secara tegas tentang menutup wajah.
Al-Marghinani (Hanafi) berkata, (Semua bagian tubuh wanita merdeka
adalau aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya), berdasarkan
Hadis Rasulullah SAW, ("Seorang wanita adalah aurat yang harus ditutupi") kecuali
dua anggota di atas menunjukkan boleh memperlihatkannya. Penulis
berkata, "Hadis ini memberikan nash bahwa telapak kaki juga termasuk
aurat. Pendapat lain mengatakan bukan aurat, dan ini adalah pendapat
yang lebih shahih". (Abu Bakr bin Ali al-Rusydani al-Marghinani, al-Hidayah, juz 1 hlm. 258-259)
Syaikh Ibn Khalaf al-Baji (Maliki) menuturkan, "Semua anggota tubuh
wanita termasuk aurat selain wajah dan kedua telapak tangannya". Di
tempat lain beliau berkata, "Pernyataan penulis: (Terkadang seorang
wanita makan bersama suami dan orang lain, atau saudara laki-lakinya
seperti itu) ini menunjukkan bahwa laki-laki boleh melihat wajah dan
telapak tangan wanita lain, karena keduanya nampak ketika sedang makan".
(Sulaiman bin Khalaf al-Baji, al-Muntaqa Syarh al-Muwaththa, juz 4 hlm. 105)
Ibn Hajar al-Haitami (Syafi'i) menukil pendapat Qadhi Iyadh yang
menyatakan bahwa ulama sepakat bahwa seorang wanita tidak wajib menutup
wajahnya. Beliau berkata, "Penulis menukil dari Iyadh tentang ijma'
ulama bahwa tidak wajib seorang wanita menutup wajahnya di perjalanan,
hal itu hanya sunnah. Namun bagi laki-laki wajib memejamkan matanya
karena ada ayat tersebut". (Ibn Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj Syarh al-Minhaj, juz 7 hlm. 193).
Masalah cara berpakaian berkaitan erat dengan kebiasaan masyarakat
setempat. Untuk kasus di Mesir sebaiknya mengikuti pendapat
jumhur ulama, karena di masa sekarang wanita menutup wajahnya dianggap
asing oleh masyarakat dan hanya dilakukan kelompok minoritas. Namun di
komunitas lain yang memang lebih cocok mengikuti madzhab Hanbali, maka
boleh saja mewajibkan para wanita mengikuti madzhab ini karena
menyesuaikan dengan kondisi masyarakat, bukan karena tuntutan agama.
Karena itu, menurut kami pendapat yang lebih unggul adalah pendapat
jumhur ulama yang menyatakan kebolehan membuka wajah dan kedua telapak
tangan serta menutup anggota tubuh yang lain. Di samping itu, kami
berpandangan jika menutup wajah menjadi faktor perpecahan umat atau
dianggap simbol beribadah atau beragama, maka hukumnya keluar dari
sunnah atau mubah menjadi bid'ah. Hal ini menjadi bid'ah, khususnya jika
berdasarkan argumen yang tidak diturunkan dalam kitab Allah Ta'ala.
Wallahu Ta'ala A'lam
Dikutip dari al-Bayan Lima Yasyghal al-Adzhan karya Syaikh Ali Jum'ah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar