Sabtu, 29 Juni 2019

Sifat Shalat Nabi Ala Aswaja

بسم الله الرحمن الرحيم
Alhamdulillah, akhirnya buku kecil ini bisa selesai juga. Tujuan utama ditulisnya buku ini adalah untuk menjelaskan bahwa tata cara shalat seperti yang selama ini diamalkan oleh kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) memiliki landasan yang kuat, baik dari al-Qur’an, hadits-hadits Nabi Saw, maupun fatwa-fatwa para ulama.

Sangat disayangkan bila dewasa ini muncul sikap-sikap yang kurang bijaksana dari kelompok tertentu yang sibuk mencari-cari kesalahan tata cara shalat kelompok lain dengan mengatakan landasannya lemah, bahkan diiringi dengan vonis bid’ah, dan sebagainya. Seiring dengan itu, mereka kemudian merasa sebagai kelompok yang tata cara shalatnya paling benar dan paling sempurna serta paling sesuai dengan tuntunan Nabi Saw.

Buku ini bukanlah serangan balik terhadap mereka, namun berisi penjelasan ilmiah seputar amalan shalat yang sering mereka permasalahkan, seperti persoalan seputar basmalah (apakah ia termasuk bagian dari surat al-Fatihah, apakah sunnah dibaca secara jahr pada shalat-shalat jahriyyah), bagaimana posisi tangan saat bersedekap, saat i’tidal apakah tangan diluruskan ke bawah atau kembali bersedekap, hukum membaca ushalli, menambahkan kata sayyidina, dan beberapa masalah lainnya.

Dengan penjelasan-penjelasan yang dipaparkan di dalam buku ini harapannya kalangan Aswaja tidak perlu ragu dengan keabsahan tata cara shalat yang selama ini telah dipraktikkan, dan sekaligus sebagai pengingat bagi kelompok lain yang berbeda agar tidak mudah menuduh bid’ah dan sejumlah tuduhan lainnya terhadap tata cara shalat yang diamalkan kalangan Aswaja. Dengan demikian akan memunculkan sikap saling menghargai di antara sesama Muslim.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu mewujudkan buku ini, penulis ucapkan terima kasih. 
 
جزاكم الله احسن الجزاء

BAGI YANG BERMINAT DENGAN BUKU INI SILAKAN ORDER KE:

085642411919 (WA)

Jumat, 19 Mei 2017

Hukum Menambahkan Nama Suami Setelah Nama Istri

Dalam sebuah hadist Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَنْ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ

“Barang siapa menisbatkan dirinya kepada selain ayah kandungnya padahal ia mengetahui bahwa itu bukanlah ayah kandungnya, maka diharamkan baginya surga”[HR. Bukhari, Shahih Bukhari Kitab Faraid, Bab “Barang siapa yang menisbatkan kepada selain bapaknya” jilid 4 hal 15 hadits no. 6766. dan Muslim]

Kamis, 20 April 2017

KAJIAN KE-62: SUNNAH-SUNNAH WUDHU

 
وَسُنَنُهُ عَشْرَةُ اَشْيَاءَ: اَلتَّسْمِيَةُ، وَغَسْلُ الْكَفَّيْنِ قَبْلَ اِدْخَالِهِمَا اْلاِنَاءَ، وَالْمَضْحَضَةُ، وَاْلاِسْتِنْشَاقُ، وَمَسْحُ جَمِيْعِ الرَّأْسِ، وَمَسْحُ اْلاُذُنَيْنِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا بِمَاءٍ جَدِيْدٍ، وَتَحْلِيْلِ اللِّحْيَةِ الْكَثَّةِ، وَتَحْلِيْلُ اَصَابِعِ الْيَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ، وَتَقْدِيْمُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى، وَالطَّهَارَةُ ثَلاَثًا ثَلاَثًا، وَالْمُوَالاَةُ

Sunnah-sunnah wudhu ada 10 (sepuluh), yaitu: 1. Membaca basmalah. 2. Membasuh kedua telapak tangan sebelum dimasukkan ke dalam bejana. 3. Berkumur. 4. Menghirup air dengan hidung. 5. Mengusap seluruh kepala. 6. Mengusap kedua telinga, luar dan dalamnya dengan air yang baru. 7. Menyela-nyelain jenggot yang tebal. 8. Menyela-nyelai jari-jari tangan dan kaki. 9. Mendahulukan membasuh anggota wudhu yang kanan dari yang kiri. 10 Bersuci tiga kali dan beruntun.

Selasa, 11 April 2017

KAJIAN KE-61: BOLEHKAH ISTRI MINTA CERAI?

Termasuk permintaan yang tercela adalah permintaan cerai dari seorang istri tanpa adanya alasan yang dibenarkan oleh agama, baik urusan dunia seperti tidak memberi nafkah, suka memukul, tidak menggilir atau urusan akhirat seperti suami meninggalkan shalat, minum-minuman keras, berzinah dan lain sebagainya.

Jika alasannya sepertii di atas maka diperbolehkan bagi istri untuk meminta cerai kepada suaminya.

Nabi Muhammad SAW bersabda, "Siapa pun perempuan yang berani memintai cerai kepada suaminya tanpa ada alasan yang dibenarkan, maka bau Surga diharamkan untuknya."

Senin, 10 April 2017

KAJIAN KE-60: HUKUM BERSETUBUH SAAT ISTIHADHAH

Para ulama ikhtilaf (berbeda pendapat) dalam permasalahan ini. Mereka berbeda pendapat dalam kebolehannya pada kondisi bila ditinggalkan tidak dikhawatirkan menyebabkan zina, maka yang shahih adalah boleh secara mutlak, karena ada banyak wanita, mencapai sepuluh atau bahkan lebih, mengalami istihadhah pada zaman Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa Sallam, sementara Allah dan Rasul-Nya tidak melarang jima' dengan mereka. 

Lihat dalil al-Qur'an pada surat al-Baqarah: 222. Ayat itu menunjukkan di luar keadaan haid, suami tidaklah wajib menjauhkan diri dari istri, kalau shalat saja boleh dilakukan wanita mustahadhah maka jima'pun tentu lebih boleh lagi, dan tidak benar bila jima' wanita mustahadhah diqiyaskan dengan jima' wanita haid, karena keduanya tidaklah sama. Qiyas yang demikian itu menurut pendapat ulama adalah haram, sebab mengqiyiaskan sesuatu dengan hal yang berbeda adalah tidak sah.
 

Selasa, 04 April 2017

KAJIAN KE-59: FARDHU WUDHU

 فَصْلٌ - وَفُرُوْضُ الْوُضُوْءِ سِتَّةُ اَشْيَاءَ : اَلنِّيَّةُ عِنْدَ غَسْلِ الْوَجْهِ، وَغَسْلُ الْوَجْهِ، وَغَسْلُ الْيَدَيْنِ اِلَى الْمِرْفَقَيْنِ، وَمَسْحُ بَعْدِ الرَّأْسِ، وَغَسْلُ الرِّجْلَيْنِ اِلَى الْكَعْبَيْنِ، وَالتَّرْتِيْبُ عَلَى مَا ذَكَرْنَاهُ

FASAL - Fardhu (hal-hal yang harus dilakukan dalam) wudhu ada enam, yaitu: 1. Niat ketika membasuh wajah. 2. Membasuh wajah. 3. Membasuh kedua tangan sampai siku. 4. Mengusap sebagian kepala. 5. Membasuh kedua kaki hingga mata kaki. 6. Tertib menurut urutan yang telah kami sampaikan di atas.

Pendalilan :

Yang menjadi dalil akan hal-hal yang termasuk fardhu wudhu di atas adalah firman Allah SWT :

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki." (QS. al-Maidah: 6)

Kamis, 23 Maret 2017

KAJIAN KE-58: HARUSKAH MENGURAI RAMBUT SAAT MANDI JANABAH?

Jumhur (mayoritas) ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan sebagian dari Hambali berpendapat bahwa dalam melakukan mandi janabah, wanita tidak wajib mengurai rambutnya yang terkepang atau tergelung, yang penting air sampai ke kulit kepalanya dan membasahi seluruh kulit dan rambutnya.

Namun, jika tanpa menguraikan kepangan itu air menjadi tidak bisa membasahi seluruh rambut dan kulit kepalanya, maka gelungan dan kepangannya harus diuraikan. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah, isteri Rasulullah SAW :

يا رسول الله، إني امرأة أشد ضفر رأسي فأنقضه لغسل الجنابة؟ قال: لا، إنما يكفيك أن تحثي على رأسك ثلاث حثيات، ثم تفيضين عليك الماء فتطهرين

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah wanita yang memiliki kepangan rambut yang sangat kuat, apakah aku harus menguraikannya pada saat mandi janabah? Rasul Menjawab: Tidak, cukup engkau memercikkan air tiga kali ke atas kepalamu, kemudian mengguyurkan air ke atasnya, lalu engkau menjadi suci" (HR. Muslim)